Dulu ketika umurku tidak lebih dari sepuluh tahun, ibuku pernah bertanya. Sebuah pertanyaan yang cukup mudah untuk dijawab oleh seorang anak kecil.
"Kemal, Mamah ingin tanya... kalau sudah besar nanti kamu ingin jadi apa?"
Kala itu aku menjawabnya dengan lantang. "Kemal mau jadi tukang cat tembok Mah! Kayaknya seru kalau aku bisa mewarnai tembok dengan sesuka hatiku."
Mendengar jawabku dia tertawa sedikit dan menganggukkan kepalanya. Di waktu itu aku bingung mengapa dia tertawa. Aku merasa kalau cita-citaku diremehkan.
Lalu, beberapa tahun kemudian ibuku bertanya sama.
"Mal, sebentar lagi kan kamu lulus SMP, Mamah ingin tanya... kamu ingin jadi apa nanti kalau sudah besar?" ujarnya dengan nada seorang ibu,
"Aku mau jadi astronaut pertama di Indonesia Mah! Aku mau banget berdiri di bulan!" Ucapku serius dan tegas.
"Loh, kok berubah? Dulu kamu bilang ke Mamah kalau kamu ingin jadi tukang cat, kan?"
"Kayaknya kurang seru Mah kalau aku jadi tukang cat. Aku mau banget berdiri di atas permukaan bulan," jawabku sambil tertawa kecil.
Mendengar jawabanku yang cukup khayal itu dia malah tidak tertawa sama sekali. Hanya saja dia mempertanyakan bagaimana caraku bisa meraih keinginan itu. Aku pun belum bisa menjawabnya. Waktu itu aku tidak begitu mengerti dengan orang dewasa. Mereka bertanya tentang apa cita-citaku dengan lantang sekali, akan tetapi apakah mereka sendiri sudah bisa menjawab jika diberikan pertanyaan seperti itu? Atau jangan-jangan mereka hanya takut bertanya kepada diri mereka sendiri. Sungguh aku tidak tahu.