Mohon tunggu...
HERU PURNOMO
HERU PURNOMO Mohon Tunggu... Freelancer - "HIDUP ITU MEMANG PAHIT. JIKA MANIS ITU ARTINYA ENGKAU BELUM TERUJI"

Penulis hanya seseorang yang tak istimewa dengan pekerjaan biasa-biasa saja. Menulis meredakan stress, mengungkapkan perasaan, & merawat hati. Menuangkan pikiran & perasaan ke dalam kata-kata. Memproses emosi dengan lebih baikdalam menemukan kedamaian dalam diri sendiri. Menulis adalah obat hati yang ampuh. Tertekan atau cemas, cobalah menulis. Beban pikiranpun mereda

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Racun dalam Hati, Ketika Kekecewaan Berbuah Merendahkan Orang Lain

27 November 2024   05:20 Diperbarui: 27 November 2024   08:41 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kehidupan sehari-hari, tak jarang kita menemukan perilaku yang, meski tak diucapkan secara langsung, memiliki daya rusak luar biasa: kebiasaan melampiaskan rasa kecewa dengan merendahkan orang lain. Perilaku ini sering kali terbungkus dalam percakapan ringan, namun dampaknya tajam seperti sembilu. Mengapa ini terjadi, dan apa yang sebenarnya terjadi dalam benak para pelakunya?


Psikologi di Balik Perilaku Merendahkan

Menurut psikologi, perilaku ini dapat dikaitkan dengan displaced aggression, yaitu memindahkan amarah atau kekecewaan yang dialami pada pihak yang tidak bersalah, terutama yang dianggap lebih lemah. Orang-orang seperti ini sering kali menggunakan penghinaan sebagai mekanisme pertahanan untuk menutupi kegagalan atau ketidakpuasan diri. Dalam ranah psikologi klinis, kondisi ini berpotensi berkaitan dengan inferiority complex atau kompleks inferioritas, yaitu perasaan kurang berharga yang mendorong seseorang untuk mencari pengakuan melalui cara yang destruktif.

Analogi: Seperti Balon Bocor

Bayangkan seseorang adalah sebuah balon yang terus diisi udara oleh ekspektasi---karier cemerlang, anak yang berprestasi, atau reputasi yang tak tercela. Ketika harapan itu bocor karena kegagalan atau kekecewaan, balon itu sering meletus ke arah yang tak semestinya, menghancurkan apa pun di sekitarnya. Orang-orang yang menjadi korban biasanya adalah mereka yang dianggap tidak berdaya untuk melawan---tetangga, rekan kerja, bahkan anggota keluarga.

 

Motivasi Terselubung: Mendongkrak Ego yang Tersungkur

Ketika seseorang membandingkan anaknya yang kuliah dengan anak tetangga yang putus sekolah, itu bukan hanya tindakan membanggakan diri. Di baliknya, ada kebutuhan untuk menenangkan hati yang terlukai oleh prestasi anak lain yang lebih unggul. Ini dikenal sebagai self-serving bias, di mana pelaku mencari validasi dengan memperbesar keberhasilan kecil, sambil mengecilkan pencapaian orang lain.

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun