Mohon tunggu...
Muhammad Eko Purwanto
Muhammad Eko Purwanto Mohon Tunggu... Ilmuwan - Mahasiswa Program S3 Ilmu Hukum

Yang kusadari selama ini, bahwa menjadi seorang ilmuan adalah manusia yang mau dan mampu menenggelamkan diri pada apa yang diyakininya sebagai sebuah kebenaran. Dan, menjadi ilmuan harus siap hidup dalam kesunyian kepentingan, kesunyian dalam hasrat-hasrat politik dan ekonomi, maupun kesunyian dalam berbagai ambisi.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Dampak Putusan Mahkamah Konstitusi Terbaru pada Dinamika Pilkada 2024

25 Agustus 2024   13:23 Diperbarui: 25 Agustus 2024   13:27 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Ilustrasi Purwalodra

Oleh. Muhammad Eko Purwanto

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 menjadi titik perhatian penting dalam dinamika politik hukum di Indonesia, terutama menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Sebagai elemen kunci dalam penyelenggaraan demokrasi lokal, Pilkada menjadi ujian bagi stabilitas, representasi politik, dan keseimbangan kekuatan antara aktor politik. 

Kepentingan untuk mewujudkan kompetisi yang sehat dan adil dalam Pilkada mendorong adanya mekanisme judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Keputusan MK dalam kasus ini membuka peluang baru, menata ulang konfigurasi politik dengan mengubah persyaratan pengusungan pasangan calon oleh partai politik, serta memicu perdebatan publik tentang dampaknya terhadap sistem politik dan kepercayaan publik.

Pembahasan mengenai putusan ini tidak dapat dipisahkan dari konteks demokrasi representatif yang dianut Indonesia. Aspek krusial dari putusan ini adalah penurunan ambang batas dukungan untuk mengusung pasangan calon dari partai politik, dari semula memerlukan minimal 20% kursi DPRD atau 25% suara sah menjadi hanya 6,5% hingga 10% tergantung jumlah penduduk. Perubahan ini, yang juga menyelaraskan persentase dukungan calon perseorangan, dimaksudkan untuk menjamin keadilan dan menjawab tantangan demokrasi yang sering kali didominasi oleh politik oligarki.

Meskipun bertujuan untuk meningkatkan inklusivitas dan partisipasi politik yang lebih luas, perubahan ini juga dapat menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi, ia membuka akses lebih besar bagi partai politik kecil dan calon independen untuk berkompetisi. Di sisi lain, penurunan ambang batas ini dapat memicu fragmentasi politik yang lebih dalam jika tidak diiringi dengan penyederhanaan proses politik yang berkelanjutan.

Keluwesan baru ini mendorong analisis kritis terhadap peran partai politik dalam menyaring dan mempromosikan kandidat berkualitas. Partai politik harus semakin selektif dan bertanggung jawab dalam mengusung calon, mengingat penurunan persyaratan ini dapat meningkatkan jumlah peserta kontestasi, yang jika tidak diimbangi kualitas, hanya akan menghasilkan kebingungan di kalangan pemilih.

Gambar: Ilustrasi Purwalodra
Gambar: Ilustrasi Purwalodra

Efektivitas putusan MK dalam menghilangkan ketimpangan dan memperkuat demokrasi lokal juga sangat bergantung pada penerapannya secara konsisten. Potensi resistensi dari partai politik besar yang dulunya diuntungkan oleh ambang batas tinggi tidak dapat diabaikan. Oleh karena itu, partisipasi aktif institusi terkait, terutama Komisi Pemilihan Umum (KPU), dalam mensosialisasikan dan menegakkan aturan baru sangat diperlukan.

Dari sisi hukum, keputusan ini menegaskan kembali peran MK sebagai penjaga konstitusi yang responsif terhadap dinamika politik nasional. Keputusan ini juga menguji komitmen pihak legislatif dan eksekutif dalam menghormati dan menindaklanjuti putusan hukum yang sah. Respons pemerintah dan DPR dalam menyesuaikan regulasi dan pelaksanaan teknis Pilkada sesuai keputusan MK akan menjadi preseden penting bagi kesehatan demokrasi di Indonesia.

Secara sosiopolitik, putusan ini diharapkan dapat memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan konstitusi. Pelaksanaan hukum yang adil dan demokratis akan menjadi landasan bagi legitimasi politik yang lebih kuat. Namun, hal ini hanya dapat tercapai jika semua aktor politik mematuhi keputusan tersebut dan memandangnya sebagai peluang untuk memperbaiki sistem, bukan ancaman bagi kekuasaan mereka.

Dalam konteks yang lebih luas, putusan MK ini dapat memicu refleksi mengenai kekuatan dan kelemahan sistem politik Indonesia. Dengan memberikan kesempatan lebih besar kepada partai kecil dan calon independen, sistem politik berpotensi menerima ide-ide segar dan merevitalisasi praktik demokrasi yang lebih dinamis dan partisipatif.

Perubahan ini, bagaimanapun, memerlukan pengawasan intensif dan evaluasi berkelanjutan untuk mencegah politisasi dan manipulasi proses politik. Implementasi yang buruk dapat menurunkan kualitas demokrasi dan malah menghalangi tujuan awal dari keputusan MK ini.

Pemahaman yang menyeluruh dari berbagai pihak termasuk akademisi, praktisi hukum, serta masyarakat luas sangat dibutuhkan untuk menyukseskan transisi regulasi ini. Diskursus publik yang aktif dan partisipatif akan menjamin bahwa perubahan ini benar-benar membawa manfaat bagi proses demokrasi di Indonesia.

Keberhasilan dari keputusan ini bukan hanya diuji di atas kertas, tetapi juga di lapangan, di mana kepala daerah terpilih harus mampu menunjukan kapasitas dan integritas mereka untuk memimpin. Tantangan bagi mereka adalah untuk mewujudkan pemerintahan yang transparan dan akuntabel, yang sering kali diusung dalam janji kampanye.

Pada prinsipnya, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 diharapkan dapat memberikan angin segar bagi peningkatan demokratisasi Pilkada di Indonesia. Inklusivitas dan keberlanjutan demokrasi lokal diharapkan dapat terwujud melalui implementasi yang konsisten, pengawasan ketat, dan kolaborasi antar-institusi.

Namun, harapan ini tidak dapat tercapai tanpa komitmen serius dari seluruh pihak yang berkepentingan. Termasuk kesiapan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam memilih kandidat yang tidak hanya merepresentasikan pilihan politik, tetapi juga nilai-nilai dan harapan mereka akan masa depan yang lebih baik.

Sebagai penjaga stabilitas hukum dan demokrasi, Mahkamah Konstitusi tentu berharap bahwa putusan ini dapat menjadi landasan bagi penguatan kembali praktik politik yang lebih adil dan merata. Tantangan yang dihadapi memang tidak sederhana, namun dengan komitmen dan kerja sama yang kuat, visi bersama tentang Indonesia yang demokratis dapat diwujudkan.

Pada akhirnya, pengawasan publik dan kesadaran politik harus terus ditingkatkan sebagai alat kontrol yang efektif terhadap berbagai penyimpangan. Media massa dan masyarakat sipil diharapkan terus mengawasi dan melaporkan perkembangan pelaksanaan Pilkada, sehingga tetap terjaga di jalur yang benar. Wallahu A'lamu Bishshawwab.

Bekasi, 25 Agustus 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun