Konon, Raja Aleksander Agung pernah dihadang oleh sekelompok bajak laut. Kemudian pasukan Sang Raja Agung berhasil mengalahkan dan menangkap gerombolan bajak laut itu. Sang Raja bertanya,
"Kenapa kamu menjadi bajak laut."
"Karena pasukanku kecil."
"Kalau pasukanmu besar?"
"Tentu aku akan menjadi raja seperti Tuan."
Pernah mendengar cerita Ken Arok? Dia dikenang sebagai 'pahlawan' pendiri kerajaan Singasari. Apakah karena dia orang baik? Tidak!
Ken Arok adalah seorang yang ditinggal mari ayahnya bahkan sebelum dilahirkan. Dia dibesarkan oleh orang tua asuh. Selama masa remaja dan mudanya, Ken Arok adalah seorang pemabok, pejudi dan penyambung ayam.
Suatu waktu, dia diterima bekerja pada Akuwu Tunggul Ametung di Tumapel, salah satu daerah yang masuk kekuasaan Kerajaan Kediri. Karena tergoda dengan kecantikan istri Ken Dedes, istri Sang Akuwu, Ken Arok pun merencanakan makar. Dia meminta seorang pembuat keris, Empu Gandring, untuk membuatkan keris yang akan dia gunakan untuk membunuh Tunggul Ametung.
Sudah? Ternyata tidak itu saja, belum selesai sempurna keris dibuat, Ken Arok membunuh Empu Gandring dan mengambil paksa keris pesanannya. Setelah membunuh  Akuwu Tunggul Ametung, Ken Arok juga memfitnah Kebo Ijo sebagai pembunuhnya. Pada akhirnya Kebo Ijo dihukum mati keesokan harinya.
Singkatnya, kemudian dia mengangkat dirinya sebagai akuwu yang baru di Tumapel. Memberontak pada Kerajaan Kediri dan mendirikan Majapahit!
Intinya, bukan karena Ken Arok itu baik dan benar sehingga bisa berkuasa, tapi karena ia berkuasa, ia dikenang sebagai pihak yang benar!
Baca juga tentang Raden Wijaya, bagaimana ia diberi tanah perdikan oleh Jayakatwang atas saran Arya Wiraraja, tapi kemudian secara bersamaan berkhianat kepada Jayakatwang, Arya Wiraraja dan utusan Kubilai Khan (ribet kan?).
Maka, sesungguhnya politik bukan soal salah benar untuk bisa menang, tapi siapa menang siapa kalah lah yang menentukan siapa benar siapa salah. Pemenang selalu benar!
Anda tidak setuju? Aku juga! Tapi bagaimana lagi, begitulah faktanya...