Mohon tunggu...
Petrik Matanasi
Petrik Matanasi Mohon Tunggu... -

Peziarah & Pemerhati Sejarah Nusantara. Asal Balikpapan. Kuliah sejarah 7 tahun di UNY Jogja. Kini tinggal Palembang. Bukan penulis handal, hanya saja suka menulis hal-hal yang humanis. Apapun yang saya tulis atau ucap, sulit sekali bagi saya untuk tidak Historis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cerita Fredrick Dari Negeri Belanda

3 Oktober 2010   11:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:45 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

SUDAH hampir setahun silam, saya menerima E-mail (dalam bahasa Inggris) dari Frederick Willem di Nijmegen, Belanda. Dengan susah payah akhirnya saya paham juga isi suratnya itu. Dia cerita sedikit pada saya bahwa, seorang bekas anggota pasukan khusus Belanda (Korps Speciale Troepen) pimpinan Westerling telah menjadi seorang aktifis anti perang di Negeri Belanda sana. Frederick menemuinya untuk wawancara bukunya. Veteran perang itu, di zaman Revolusi kemerdekaan Indonesia dulu pernah terlibat pembantaian di Sulawesi Selatan. Tentunya dia adalah pasukan khusus yang ditakuti. Fredrick juga bilang, veteran perang yang insyaf itu mengunjungi sekolah-sekolah dasar Negeri Belanda untuk kampanye anti perang. Kepada anak-anak SD itu dia bicara soal kengerian perang. Aku tidak habis pikir dengan perubahan dasyat veteran perang itu. Dia menjadi humanis dimasa tuanya. Mungkin saja dia tidak ingin jalani masa tua dan kematian yang tidak tenang. Westerling, juga Hans Christoffel--pembantai dalam perang Aceh--juga mati dalam keadaan yang tidak tenang. Pembantai itu, meskipun murah senyum seperti Westerling, tetap saja dihantui akan kekejaman mereka sendiri. Tapi mereka melakukannya itu dalam kondisi perang. Dan perang adalah alasan pembantaian mereka. Perang, bagi sebagian teman aku identik dengan perang. Entahlah aku suka atau tidak. Aku sendiri ngeri melihat darah sekarang. Tapi aku suka menonton film perang. Juga membaca apapun tentang perang. Apapun yang terjadi, sejarah dunia juga terbentuk oleh perang juga. Hampir semua orang setuju bahwa perang itu mengerikan. Namun perang menjadi kebutuhan sebagian orang. Untuk menjaga kehormatan. Untuk mewncari keuntungan atau sekedar bertualang. Banyak peperangan terjadi di dunia, bahkan hingga kini. Perang juga mejadi bisnis menarik bagi orang macam Victor Bout--yang dagangan senjatanya menjadi kebutuhan penting kelompok perlawanan di beberapa negara dunia ketiga. Tanpa Victor Bout tentu perusahaan penyedia tentara bayaran tentu tidak akan punya tender. Jika Bout supply senjata ke pemberontak, maka perusahaan penyedia tentara bayaran (yang biasa disebut PNM) akan mendapat tender dari pemerintah negara yang berontak. Di Irak beberapa perusahaan tentara bayaran mendapat tender untuk keamanan dari pemerintah AS. Salah yang terkenal adalah Blackwater. Banyak cerita menarik tentang perang. Semua sudah tertulis di buku, surat kabar dan bahkan sudah berbentuk film. Inilah yang membaut saya menjadi pemerhati perang, namun hanya sebatas nusantara saja. Karena cukup banyak peperangan di nusantara yang menarik dikaji agar menjadi sesuatu yang berguna di masa depan untuk semua. Peran militer di Indonesia yang dominan juga memperosokanku untuk terus memperhatikan masalah militer dan kekerasan. Saya tertarik dengan masalah kekerasan sejak kecil, namun mulai tekun menjadi pemerhati sejak kuliah dan memfokuskan skripsi pada sebuah rencana kudeta yang gagal dari Westerling. Perhatian pada masalah kekerasan, perang dan militer itu lalu terus berlanjut hingga ini menjadi kubangan lumpur dimana saya harus berkupang di dalamnya sampai mati. Ya memang sesuatu yang menyenangkan buat saya. Dengan ceritanya, Frederick Willem sahabat saya itu, memberikan saya lagi gambaran tentang veteran perang yang cukup menarik. Mereka tidak sekedar duduk manis menunggu jaminan hari tua, jika di luar negeri sana. Veteran perang di Indonesia tentu berbeda dengan di luar negeri. Veteran perang di Indonesia tidak bisa mendapat banyak dari negara yang pernah mereka perjuangkan.Nasib mantan pejuang memang mengenaskan. Banyak yang tidak dihargai negara.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun