Saya pernah menulis tentang Westerling beberapa tahun silam. Tulisan itu sekarang telah menjadi buku yang membatalkan kelulusan saya. Suatu kali, ketika ada pertemuan di sebuah kafe bernama Matahari Lounge,di Jalan Veteran I Jakarta Pusat, Taufik Rahhzen bilang pada saya bahwa kafe ini dulu bernama Black Cat Noir atau Au Chat Noir. Saya kaget, karena ditempat itu Westerling pernah berkunjung dan bersembunyi dari kejaran TNI.
Saya hanya menulis itu di buku saya, tapi saya belum tahu persis dimana tempat itu sebelumnya. Saya langsung terbayang sosok kejam menakutkan itu lagi.Padahal saya berusaha melupakannya dari hidup saya. Tapi itu akan sulit. Karena saya selalu bertemu dengan namanya ketika menulis naskah sejarah, yang sudah jadi bagian hidup saya.
Matahari Lounge, sebelumnya pernah bernama Cuba Libre masih menyimpan sejarahnya. Bulan Januari 1948, di tempat yang dulunya bernama Au Chat Noir (atau juga disebut Black Cat Noir)ini, dua nama yang dianggap hitam dalam sejarah Indonesia bertemu. Mereka adalah Kapten komando Belanda bernama Westerling dan satunya lagi adalah Sultan Hamid II dari Pontianak. Hamid, yang kerap disapa Max, bukan orang baru di kalangan orang Belanda masa itu. Dia bekas perwira KNIL dengan pangkat Letnan Satu sebelum Perang Pasifik.
Hamid juga ikut bertempur melawan Jepang di Balikpapan. Masuknya NICA ke Indonesia, serta pembunuhan balatentara Jepang terhadap Keluarga Kesultanan Pontianak, membuat Hamid memegang tahta Kesultanan keturunan Arab itu. Artinya, pertemuan dua orang yang kesohor karena pemberontakan APRA di Bandung dan Jakarta itu berawal di kafe yang sekarang bernama Cuba Libre ini.
Di tempat ini, Westerling bisa mengobrol dengan orang-orang berpengaruh, juga mencari informasi intelejen karena naluri intelejen Westerling juga menginginkannya. Hamid, yang mungkin sudah dicap Belanda juga bisa mengobrol dengan orang-orang Belanda atau orang-orang berpengaruh lainnya. Bergaul dengan orang Belanda tuntutan bagi Hamid, karena istri Hamid juga wanita Belanda berambut blonde.
Disini juga Hamid bisa meneguk minuman favoritnya, Jenewer. Tidak diketahui secara pasti berapa kali Westerling dan Hamid berkunjung dan bertemu di kafe tersebut. Mereka berdua orang sibuk yang kerap meninggalkan Jakarta. Hamid harus mengurusi Kesultanan Pontianak, walau jauh diluar Pontianak. Hamid Juga memimpin BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg: Persekutuan Negara Federal yang d) Menjelang Pengembalian Kedaulatan RI 1949, Hamid lebih sibuk lagi karena harus menghadiri beberapa pertemuan penting. Salah satunya Konferensi Meja Bundar untuk mewakili BFO.
Harus saya akui tempat itu begitu penting dalam sejarah.
Mungkin sebelum mahluk bernama Westerling muncul di tempat itu. Matahari Lounge akhirnya menjadi tempat penting juga untuk saya. Senang sekali jika buku saya diobrolkan ditempat bersejarah. Dimana sosok yang yang pernah saya tulis itu pernah terpuruk. Setiap ke tempat itu saya selalu membayangkan Westerling tersenyum menyembunyikan semua kekejaman yang mengotori hidupnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H