Mohon tunggu...
Petrik Matanasi
Petrik Matanasi Mohon Tunggu... -

Peziarah & Pemerhati Sejarah Nusantara. Asal Balikpapan. Kuliah sejarah 7 tahun di UNY Jogja. Kini tinggal Palembang. Bukan penulis handal, hanya saja suka menulis hal-hal yang humanis. Apapun yang saya tulis atau ucap, sulit sekali bagi saya untuk tidak Historis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mercy’s dan Lagu-lagu Manisnya

25 Juli 2011   09:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:23 1541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dekade 1980an, Rinto Harahap memang identik dengan lagu-lagu sendu—kalau tidak boleh disebut cengeng. Nama Rinto di musik pop Indonesia sudah begitu dikenal sebagai musisi, entah sebagai pencipta lagu maupun pemain musik. Rinto Harahap, dimasa mudanya adalah musisi.

Di dekade 1970an, semua pemuda penggila musik pop tahu The Mercy’s. Banyak hit yang dihasilkan band ini. Mereka punya banyak album yang berupa piringan hitam dan kaset pita.Orang-orang yang hidup ditahun 1970an, sebagaian hafal dengan hit-hit mereka. Hingga beberapa dekade setelahnya lagu-lagu mereka terus diingat dan dinyanyikan ulang oleh musisi lain.

Menuju Jakarta

Bermula, awal 1969 di kota Medan, Sumatra Utara, sekelompok anak muda memulai sebuah band. Terdapat dua bersaudara bermarga Harahap—Erwin dan Rinto—dalam band ini. Mereka bertolak dari Jakarta menuju Medan membentuk band pesta. Selain Erwin dan Rinto, awalnya mereka digawangi oleh Rizal Arsyad pada Gitar Rythem, Iskandar alias Bun pada Keyboard dan Reynold Panggabean pada Drum.Belum setahun terbentuk, band ini sudah dapat tawaran manggung di Malaysia. Namun Bun keluar. Setelah Bun keluar karena ingin kuliah kedokteran, maka Charles Hutagalung pun masuk menggantikan. Bun kemudian memang menjadi dokter bedah syaraf.

Pada band mereka, mereka pilih The Mercy’s. Nama The Mercy's sendiri secara spontan terbesit, karena menyukai naik mobil bermerk Mercy. Dalam bahasa Prancis, Mercy's artinya kasihan atau bisa juga terima kasih. Seperti band pop Indonesia lain, band ini juga mengikuti tren perkembangan musik mancanegara. Mereka sering mengacu pada band The Beatles, The Bee Gees, The Hollies, C.C.R maupun Monkeys—yang menjadi band palingberpengaruh kala itu.

Charles memiliki karakter suara yang unik. Suara Rinto pun melengkapi vokal band ini. Seperti Bee Gees, The Mercy’s punya lebih dari satu vokalis. Selain suara instrusmen musik yang khas ala 1970an, suara vokal pun menjadi sesuatu yang menarik.

Band melejit lagi setelah Charles menciptakan Tiada Lagi. Mereka tampil di sebuah club di Malaysia. Dimana mereka menetap selama enam bulan sebelum akhirnya kembali ke Medan. RRI medan lalu merekam lagu Tiada Lagi. Sebuah lagu yang cukup melankolis namun memiliki komposisi musik yang bagus, untuk ukuran jamannya.

Band ini beberapa akan tampil di negara Asia lain, namun rencana selalu kandas. Meraka hijrah ke Jakarta. Sebuah kota yang tepat untuk karir musik mereka. Mereka pun menjadi band papan atas yang sejajar dengan The Rollies. Mereka berhasil merekam album pertama mereka, pada Agustus 1972. Beberapa hit dalam album itu adalah Untukmu, Hidupku Sunyi, Love, dan Kisah Seorang Pramuria. Dua perusahaan rekaman—Remaco dan bergabung untuk merekam album pertama The Mercy’s itu.

Penjualan Album itu menyaingi dua band papan atas di zaman itu, Koes Plus dan Panbers. Hit mereka juga menjadi lagu yang sering diputar oleh radio-radio swasta Indonesia. Mereka pernah konser bersama Koes Plus, Panbers, The Favourite di Jakarta. Penonton pun membludak melebihi kapasitas.[1] Artinya band ini dasyat juga di zamannya.

Legenda Pop Juga

The Mercy’s pun jadi legenda musik pop Indonesia. Band ini selalu disebut juga dalam sejarah musik pop Indonesia. Orang-orang pun masih juga menikmati musiknya hingga kini. Kini personil-personil yang dulu berambut gondrong ini sudah beranjak tua.Charles Hutagalung pun sudah lama meninggal beberapa tahun silam. Tentang Charles, Rinto punya kesan, “Sebenarnya The Mercy's masih ada dan dari kami pun belum ada pernyataan resmi bubar. Namun, tidak dapat dipungkiri The Mercy's dikenal karena keberadaan Charles Hutagalung. Kami ini hanya sebagai pelengkap saja.” Rinto tampak rendah hati. Meski Rinto dan yang lainnya punya jasa dalam The Mercy’s. Mereka tampak menghargai Charles.

Setelah masa jayanya, Band ini sempat vakum oleh proyek-proyek individu. Charles dengan solo albumnya. Reynold dengan OM Tarantula-nya. Rinto juga banyak mengorbitkan banyak penyanyi baru seperti Christine Panjaitan atau Eddy Silitonga. [2] Sudah pasti dengan lagu-lagu yang cengeng. Intinya mereka tetap berkarya.

The Mercy’s juga identik dengan penyanyi-penyanyi Batak. Gereja membuat orang-orang batak memiliki olah vokal yang baik. Dan musik menjadi hal yang biasa dan penting bagi kehidupan mereka sehari-hari, juga dalam kegiatan religius. The Mercy’s adalah bagian penting dari sekian banyak musisi Batak lainnya.

Meski tidak akan pernah tampil lagi, karena kehilangan personil, tetap saja Band ini punya peninggalan yangmasih bisa dinikmati oleh generasi sekarang. Orang-orang akan ingat lagu-lagu manisnya. The Mercy’s terus dikenang.

[1] http://ms.wikipedia.org/wiki/Kumpulan_The_Mercys

[2] http://ms.wikipedia.org/wiki/Kumpulan_The_Mercys: Rinto Harahap: Jangan Sakiti Hatinya, http://nasional.kompas.com/read/2010/11/07/03493533/ (Minggu, 7 November 2010 | 03:49 WIB)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun