Mohon tunggu...
Petrik Matanasi
Petrik Matanasi Mohon Tunggu... -

Peziarah & Pemerhati Sejarah Nusantara. Asal Balikpapan. Kuliah sejarah 7 tahun di UNY Jogja. Kini tinggal Palembang. Bukan penulis handal, hanya saja suka menulis hal-hal yang humanis. Apapun yang saya tulis atau ucap, sulit sekali bagi saya untuk tidak Historis

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Meneropong Manusia Bugis dari Dekat

21 Juni 2011   07:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:19 1464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama kali baca Manusia Bugis ini, saya sudah jadi mahasiswa ujur yang harus siap DO. Kebetulan, saya harus cari bahan soal We Tenriolle, Ratu dari Tanette. Meski tidak temukan apa yang saya cari, buku ini sangat membantu saya untuk mengenali tradisi Bugis dan peranan wanitanya dalam kehidupan sehari-hari. Christian Pelras, berbagi banyak informasi dan analisisnya tentang komunitas akbar yang mendiami jazirah Sulawesi Selatan ini. Cukup komprehensip juga. Meski tidak terlalu detail. Pelras menulis bagaimana perkawinan orang Bugis, agama yang dianut, budaya orang Bugis, pergolakan politiknya dan mata pencaharian orang Bugis. Yang paling menarik dari buku ini, Pelras berusaha meluruskan bahwa orang Bugis tidak melulu bermata pencaharian sebagai pelaut. Seperti terkonstruk dalam pikiran banyak orang bahwa Bugis adalah bangsa pelaut, bersama orang Makassar. Banyak orang Bugis yang bertani juga. Sebagian tanah di tempat komunitas Bugis bermukim cukuplah subur. Begitulah kenyataan di tanah Bugis. Orang Bugis banyak menyebar ke berbagai wilayah di nusantara. Dan memang mereka dikenal sebagai bangsa pelaut dan saudagar karenanya. Pelras, menggambarkan bagaimana Luwu sebagai kerajaan terpenting di Sulawesi Selatan, secara kultural. Kerajaan ini pengaruh politisnya memudar ketika kerajaan macam Gowa atau Bone pegang peranan penting di Sulawesi Selatan pada abad XVII. Kuatnya pengaruh Islam bai orang Bugis, juga orang-orang Makassar dijelaskan dengan baik juga oleh Pelras. Saat ini, pengaruh Bugis kuno yang masih dianut oleh kaum Bissu, ditinggalkan. Dimasa lalu, kaum bissu adalah orang terdekat dan berpengaruh di kerajaan. Mereka seperti balian dalam masyarakt Dayak. Bissu adalah orang-orang sakti. Kini bissu hanya kaum minoritas. Hampir semua orang Bugis di masa kini adalah penganut Islam. Sudah pasti, Pelras juga bicara soal La Galigo—sastra Bugis yang menjadi legenda itu. Berkisah tentang perjalanan panjang Sawerigading. Karya ini banyak menjadi kajian dunia sastra di masa kini. Pastinya, Manusia Bugis—yang dalam bahasa aslinya The Bugis—bukanlah satu-satunya buku tentang Bugis. Akan tetapi ini adalah buku penting untuk mengenali Bugis sejak dini. Christian Pelras membangun sebuah pintu untuk memasuki peradaban Bugis. Sudah empat dekade Pelras bergelut dalam penelitiannya soal Bugis. Seorang putra bangsawan Bone pernah bercerita pada saya (2010), bagaimana Pelras yang begitu dekatnya dengan turunan raja Bone. Dimana Pelras memposisikan dirinya sebagai rakyat Bugis dalam hubungan antara rakyat dengan raja. Pelras telah menunjukan totalitasnya, baik dalam riset dan tentu saja dalam buku ini. Bagi para backpacker, buku ini bisa merayu anda untuk mengunjungi tanah Bugis.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun