Mohon tunggu...
Petrik Matanasi
Petrik Matanasi Mohon Tunggu... -

Peziarah & Pemerhati Sejarah Nusantara. Asal Balikpapan. Kuliah sejarah 7 tahun di UNY Jogja. Kini tinggal Palembang. Bukan penulis handal, hanya saja suka menulis hal-hal yang humanis. Apapun yang saya tulis atau ucap, sulit sekali bagi saya untuk tidak Historis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Petulangan Andi Azis

29 Agustus 2010   10:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:37 1874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tersebutlah sekolah para Belanda, school voor opleiding tot parachutisten, dimana seorang Indonesia juga pernah menjadi instruktur disana. Mengejutkan sekali jika orang itu adalah Andi Azis yang memberontak di Makassar. Andi Azis adalah seorang mantan Letnan KNIL dan sudah masuk TNI dengan pangkat Kapten, dia ikut berontak bahkan memimpinnya. Dia memiliki riwayat yang sama uniknya dengan petualang KNIL lainnya seperti Westerling. Andi Azis memiliki cerita hidupnya sendiri. Cerita hidupnya sebelum berontak jauh berbeda dengan orang-orang Sulawesi Selatan pada umumnya. Tidak heran bila Andi Azis menjalanani pekerjaan yang jauh berbeda seperti orang-orang Sulawesi Selatan pada umumnya, sebagai serdadu KNIL. Bisa dipastikan Andi Azis adalah salah satu dari sedikit orang Bugis yang menjadi serdadu KNIL. Bukan tidak mungkin bila Andi Azis adalah orang Bugis dengan pangkat tertinggi dalam KNIL.

Andi Abdul Azis lahir di Sulawesi, diangkat anak oleh orang tua Eropa-nya yang membawanya lke Belanda dan ikut terlibat dalam PD II. Dirinya lalu kembali sebagai bagian dari tentara Belanda yang ysedang menduduki Indonesia. pasca KMB dia terlibat masalah serius dengan TNI karena kedekatannya dengan tokoh-tokoh federalis macam Saumokil yang memiliki posisi penting dalam Negara Indonesia Timur, Jaksa Agung. Berakhirnya Negara Indonesia Timur mengakibatkan.

Andi Abdul Azis asli Bugis putra orang Bugis. Andi Azis lahir tanggal 19 September 1924, di Simpangbinangal, kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Pendidikan umumnya di Europe Leger School namun tidak sampai tamat. Andi Azis kemudian dibawa seorang pensiunan Asisten Residen bangsa Belanda ke negeri Belanda. Di Negeri Belanda tahun 1935 ia memasuki Leger School dan tamat tahun 1938, selanjutnya meneruskan ke Lyceum sampai tahun 1944. Sebenarnya Andi Azis sangat berhasrat untuk memasuki sekolah militer di negeri Belanda untuk menjadi menjadi seorang prajurit. Tetapi niat itu tidak terlaksana karena pecah Perang Dunia II. Kemudian Andi Azis memasuki Koninklijk Leger. Di KL, Andi Azis bertugas sebagai tim pertempuran bawah tanah melawan Tentara Pendudukan Jerman (NAZI). Dari pasukan bawah tanah kemudian Andi Azis dipindahkan kebelakang garis pertahanan Jerman, untuk melumpuhkan pertahanan Jerman dari dalam. Karena di Eropa kedudukan sekutu semakin terjepit, maka secara diam-diam Andi Azis dengan kelompoknya menyeberang ke Inggris, daerah paling aman dari Jerman—walaupun sebelum 1944 sering mendapat kiriman bom Jerman dari udara.

Di Inggris kemudian Andi Azis mengikuti latihan pasukan komando di sebuah Kamp sekitar 70 kilometer di luar London. Andi Azis lulus dengan pujian sebagai prajurit komando. Selanjutnya mengikuti pendidikan Sekolah calon Bintara di Inggris dan menjadi sersan kadet (1945). Di bulan Agustus 1945 karena SEAC dalam usaha mengalahkan Jepang di front timur memerlukan anggota tentara yang dapat berbahasa Indonesia, maka Andi Abdul Azis kemudian ditempatkan ke komando Perang Sekutu di India, berpindah-pindah ke Colombo dan akhirnya ke Calcutta dengan pangkat Sersan.
Andi Azis mungkin satu-satunya orang Indonesia yang mendapat latihan pasukan komando. Andi Azis juga orang Indonesia yang ikut menjadi bagian, walau tidak secara langsung, dari kelahiran pasukan-pasukan komando dunia seperti SAS milik Inggris dan KST Belanda. Andi Azis, seperti halnya Westerling, merupakan orang-orang yang luar di negeri Belanda yang ikut membebaskan Belanda dari pendudukan Jerman. Seperti Halim Perdana Kusuma, Andi Azis juga orang Indonesia yang ikut serta dalam perang Dunia II di front Barat Eropa.

Setelah Jepang menyerah tidak syarat pada sekutu, Andi Azis diperbolehkan memilih tugas apakah yang akan diikutinya, apakah ikut satuan-satuan sekutu yang akan bertugas di Jepang atau yang akan bertugas di gugus selatan (Indonesia). Dengan pertimbangan bahwa telah 11 tahun tidak bertemu orang tuanya di Sulawesi Selatan, akhirnya ia memilih bertugas ke Indonesia, dengan harapan dapat kembali dengan orang tuanya di Makassar. Pada tanggal 19 Januari 1946 satuannya mendarat di Jawa (Jakarta), waktu itu ia menjabat komandan regu, kemudian bertugas di Cilinding. Dalam tahun 1947 mendapat kesempatan cuti panjang ke Makassar dan mengakhiri dinas militer. Tetapi di Makassar Andi Azis merasa bosan. Ditinggalkannya Makassar untuk kembali lagi ke Jakarta dan mengikuti pendidikan kepolisian di Menteng Pulo, pertengahan 1947 ia dipanggil lagi masuk KNIL dan diberi pangkat Letnan Dua. Selanjutnya menjadi Ajudan Senior Sukowati (Presiden NIT), karena Sukowati berhasrat memiliki Ajudan bangsa Indonesia asal Sulawesi (Makasar), sedang ajudan seniornya selama ini adalah Kapten Belanda totok. Jabatan ini dijalaninya hampir satu setengah tahun, kemudian ia ditugaskan sebagai salah seorang instruktur di Bandung-Cimahi pada pasukan SSOP—sekolah pasukan payung milik KNIL bernama School tot Opleiding voor Parachusten—(Baret Merah KNIL) dalam tahun 1948. pada tahun 1948 Andi Azis dikirim lagi ke Makasar dan diangkat sebagai Komandan kompi dengan pangkat Letnan Satu dengan 125 orang anak buahnya (KNIL) yang berpengalaman dan kemudian masuk TNI. Dalam susunan TNI (APRIS) kemudian Ia dinaikan pangkatnya menjadi kapten dan tetap memegang kompinya tanpa banyak mengalami perubahan anggotanya.

Tentu saja pasukan dari kompi yang dipimpinnya itu bukan pasukan sembarangan. Kemampuan tempur pasukan itu diatas standar pasukan reguler Belanda—juga TNI. Daerah Cimahi, adalah daerah dimana banyak prajurit Belanda dilatih untuk persiapan agresi militer Belanda II. Ditempat ini setidaknya ada dua macam pasukan khusus Belanda dilatih: pasukan Komando (baret hijau); pasukan penerjun (baret merah). Andi Azis kemungkinan melatih pasukan komando—sesuai pengalamannnya di front Eropa.
Pasukan Andi Azis ini menjadi salah satu punggung pasukan pemberontak selama bulan April sampai Agustus di Makassar—disamping pasukan Belanda lain yang desersi dan tidak terkendali. Apa yang terjadi dalam pemberontakan APRA Westerling yang terlalu mengandalkan pasukan khusus Belanda Regiment Speciale Troepen—yang pernah dilatih Westerling—maka dalam pemberontakan Andi Azis hampir semua unsur pasukan Belanda terlibat terutama KNIL non pasukan komando. Westerling kurang didukung oleh pasukan KNIL—Westerling lebih menaruh harapan pada RST yang desersi. Pasukan lain non RST hanya pasukan pendukung semata. Pemberontakan Andi Azis, tulang punggung pemberontakan adalah semua pasukan tanpa melihat kualifikasi pasukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun