Â
Memasuki pertengahan tahun 2015 kondisi perekonomian Indonesia kembali menghadapi beberapa tantangan seperti adanya perlambatan ekonomi global dengan salah satu pemicunya terjadinya gagal bayar pemerintahan Yunani terhadap utang-utangnya (krisis ekonomi yunani). Nilai tukar rupiah yang terus menerus melemah serta inflasi yang semakin tinggi. Ketiga faktor tersebut akan memberi dampak pada kondisi perekonomian kita dan tentunya akan membuat kondisi bisnis kita tidak akan lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Ancaman ekonomi Indonesia untuk terkena krisis mulai sering diperbincangkan. Para pakar dan  pengamat ekonomi mulai memberi peringatan akan kondisi yang kurang baik ini. Pelaku bisnis berhati-hati dan mewaspadai gejala ini dengan segera mengambil langkah-langkah strategis terhadap faktor-faktor manajemen usaha operasional, keuangan dan pemasaran kedepan agar masa depan usaha tetap bertahan.
Krisis ekonomi global
Berdasarkan data badan pengelolaan utang Yunani yang banyak dilansir media cetak tanah air menyebutkan bahwa pada Maret tahun ini saja beban utang negara itu mencapai 312,7 miiar euro atau sekitar Rp 4.600 triliun alias 174,7 persen di atas GDP. Walaupun Yunani adalah negara yang kecil konstribusinya 1-2% terhadap terhadap ekonomi Eropa, namun melihat sejarah krisis tahun 2008 dampak dari krisis tersebut terhadap perekonomian bagi negara-negara Eropa dan Amerika serikat tentu akan berdampak pula pada negara kita walaupun itu tidak secara langsung.
Perspektif ekonomi internasonal mengatakan perÂdagangan antar satu negara dengan negara lain saling berkaitan, misalnya melalui aliran barang dan jasa. Kita ketahui bahwa imÂpor suatu negara merupakan ekspor bagi negara lain. Ini juga dapat berarti reÂsesi di satu negara akan menular dan mempengaruhi secara global, begitu juga penurunan impor di satu negara menyebabkan tertekannya ekspor di negara lain.
Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menÂganut sistem pasar bebas sehingga terkait satu sama lain. Aliran dana bebas keluar masuk dari satu negara ke negara lain dengan regulasi moneter tiap negara yang beragam. Akibatnya setiap negara memiliki risiko terkena dampak krisis bila di negara asing sana atau tetangganya sedang mengalami masalah. Begitu juga bagi Indonesia yang sangat terpengaruh dengan kondisi perekonomian global khususnya apa yang tejadi di Eropa sana.
Inflasi dan nilai tukar rupiah
Saat ini nilai tukar rupiah terhadap US dollar telah menembus angka Rp.13.300 per dollar. Ini berarti telah terjadi kenaikan sekitar 15-20% bila mengacu kurs dollar terhadap rupiah pada satu tahun kebelakang (Juni 2014). Hal ini memberi informasi bahwa satu tahun ini terjadi kenaikan biaya operasional dan produksi perusahaan sekitar 15-20% bagi sektor-sektor industri yang basis usahanya menggunakan komponen-komponen impor dan penggunaan transaksi keuangan berdasarkan kurs dollar. Laba perusahaan akan tergerus dengan kestidak stabilan nilai tukar ini.
Begitu pula inflasi secara nasional pada bulan juni tahun ini adalah 0,66% sebagaimana dilansir oleh Bank Indonesia. Inflasi dari bulan juni 2014 sampai juni 2015 tercatat diatas 7 %, hal ini mengindikasikan bahwa terjadi kenaikan harga barang rata-rata tujuh persen setahun ini.
Faktor inflasi dan kenaikan kurs rupiah terhadap dollar merupakan dua hal yang selalu akan mengakibatkan terciptanya kondisi ekonomi tinggi bagi pelaku usaha. Indikasinya berupa naiknya biaya produksi dan melemahnya daya beli konsumen/masyarakat. Biaya produksi yang semakin tinggi dan melemahnya daya beli konsumen (masyarakat) menjadi faktor-faktor yang harus di respon oleh pelaku usaha saat ini.