Siang itu, di atas sebuah ranggon—semacam saung—berkumpul beberapa orang yang peduli akan dunia literasi. Wajah mereka tampak ceria. Meski, ada satu atau dua wajah mereka yang tampak kurang bergairah. Hari itu adalah hari minggu, tepatnya tanggal 8 Mei 2016.
Siang itu aku datang terlambat. Malamnya aku diminta oleh Kang Tasoeka—pengurus TBM Apung Lentera Hati—untuk menjadi pemateri mendongeng dengan tema ‘Indramayu Membaca’. Keterlambatanku dikarenakan ada jadwal kembar, berbarengan dengan seminar Komunitas Blogger Cimanuk di Kantor Arsip dan Perpus Kab. Indramayu.
Acara ini memang sepakat diselenggarakan sebagai variasi kegiatan TBM Lentera Hati agar lebih hidup dan mengedepankan kegiatan yang bernuansa interaksi dan kerjasama. Anak-anak belakangan ini terlalu sering dihadapkan pada bentuk persaingan. Kompetisi lagi kompetisi lagi. Kompetisi menjadi momok yang menjenuhkan.
Meskipun secara naluriah manusia ingin menonjol diantara sesamanya, namun sebagai makhluk sosial kita juga harus menyeimbangkannya dengan kegiatan yang berupa kerjasama atau ke-gotong royong-an. Itulah, kerangka berpikir diadakannya kegiatan rutin saban minggu ini.
Sebagai pemateri, aku sebenarnya kurang layak. Di Indramayu masih banyak sosok-sosok hebat yang lebih kompeten dan capable. Entahlah, mungkin karena kedekatan saja secara emosional dengan Kang Tasoeka mengapa akhirnya aku menjadi pemateri.
Sebelumnya acara sudah berjalan, dipimpin oleh Mas Aris, aktivis dari Cakep Indramayu, ia juga termasuk salah satu pengurus TBM ini. Mas Aris memperkenalkan profilku. Ahhh, terlalu berlebihan dalam hati. Ini orang jago menyanjung juga. Kang Tasoeka juga ikut-ikutan, ahhh ... t*i dalam hati. Memuji kok berlebihan dan jauh dari kenyataan. Lebih-lebih di depan orangnya langsung.
Sehabis kuasa penuh diberikan padaku. Aku merasa paling berkuasa dalam forum ini setelah mic diserahkan padaku oleh moderator. Aku mulai dengan perkenalan. Nggak lama, cukup sepatah kata. Biarin. Supaya penasaran. Hahhahaa.
Sekarang markijut, mari kita lanjut. Aku akan ngomong hanya dua hal. Pertama, soal dongeng. Kedua, soal literasi flokfore Indramayu. Teman-teman di sini pasti sudah tahu dan akrab dengan dongeng. Namun, belakangan ini dongeng sudah berganti media. Dulu, lewat tutur sekarang digantikan oleh televisi dan youtube.
Pergeseran seperti ini tak bisa kita hindari. Kemajuan jaman adalah sebuah keniscayaan. Permasalahannya, setiap tools baru biasanya memiliki kekurangan dan kelebihan tersendiri. Meskipun dengan media yang mutakhir, ternyata tidak bisa menggantikan kehebatan mendongeng dengan teknik tutur.
Media lewat film, sinetron, ataupun media video blogging seperti youtube tak bisa menggantikan efek yang dihasilkan lewat dongeng. Dongeng dengan teknik tutur bisa menjadi bahan peledak untuk mengembangkan daya imajinasi dan kreativitas. Lebih-lebih bisa membentuk karakter anak yang tertanam dalam alam bawah sadarnya.
Dongeng dalam isi ceritanya tak harus panjang lebar. Isinya singkat saja bila perlu. Selain untuk menghindari rasa bosan, sengaja agar timbul rasa penasaran. Itu saja. Poin pertama sudah tuntas. Markijut, mari kita lanjut pada poin kedua.