Mohon tunggu...
Meneer Pangky
Meneer Pangky Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger

Blogger | Wiraswasta | meneerpangky.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

TKW - Antara Hujatan dan Pujian

4 Maret 2014   02:18 Diperbarui: 28 Mei 2016   05:46 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1393848869118099239

 

Dalam Lokakarya Mahasiswa KKN IAIN Syekh Nurjati Cirebon, mengemuka tentang banyaknya jumlah TKI/TKW di Kec. Sliyeg-Indramayu, terjadi perdebatan yang cukup seru, antara sisi positif dan negatif dari banyaknya warga yang menjadi TKW. 

Salah satu yang menarik adalah adanya temuan dari Analis Farmasi dari Puskesmas Sliyeg, yang menyatakan anak silang yang dibawa pulang ke desa, memiliki tingkat kecerdasan yang superior (BLASTERAN). Dan adanya trend PMS (Penyakit Menular Seks) dan Perselingkuhan.

Menjadi Tenaga Kerja Indonesia atau TKI, barangkali bukanlah cita-citasebagian besar dibenak kepala TKWyang mencoba mencari peruntungan ke negeri seberang. Dari total penduduk kecamatan Sliyeg sekitar 70rb jiwa, 20% diantaranya adalah TKI & TKW.

Banyak faktor yang memaksa mereka untuk meninggalkan kampung halamannya dan kemudian mencari peruntungan ke negeri orang. Pendidikan yang rendah,bahkan banyak diantaranya yang buta huruf, membuat mereka hanya bisa pasrah dengan hasilsawahyang hanya cukup untuk makan sehari-hari.

Faktor lainnya adalah karena perceraian dan kekerasan yang dialami oleh TKW, mencari biaya kuliah dan yang paling tragis adalah dijual oleh orang-orang terdekat. Alhasil, ketika agen-agen TKI tidak resmi menghampiri dengan bujukan limpahan rupiah, mereka para calon TKI pun gampang sekali tergiur.

Sebagian dari TKI ilegal tidak tahu menahu tentang persyaratan menjadi TKI. Sementara semua dokumen sudah disiapkan oleh agen-agen tersebut. Bahkan ada Tenaga Kerja Wanita atau TKW yang tidak pernah membuka pasportnya sama sekali lantaran oknum agen berpesan untuk tidak membuka paspor. TKW tersebut baru menyadari kalau paspor itu bukan atas nama dirinya setelah terjaring razia polisi di negeri tetangga.

Selain faktor-faktor diatas, ada juga karena faktor iri hati dengan keberhasilan tetangga atau teman sedesa yang bisa membangun rumah dan membeli sawah, kesuksesan mereka kerja sebagai TKW telah meningkatkan taraf hidup keluarganya.

Kembali, pada topik anak silang hasil dari perselingkuhan yang dibawa ke kampung halaman. Dari total 14.000’an TKI di Kecamatan Sliyeg hanya dalam kasus per 100, 1 diantaranya membawa anak blasteran. Lumayan banyak kan?

Dominasi hasil anak silang (blasteran) itu kebanyakan dari Timur Tengah, selebihnya dari kawasan Asia Pasifik lebih banyak bentuk kasus perselingkuhan dan membawa PMS (Penyakit Menular Seks).

Demikianlah adanya, warga kecamatan Sliyeg dan umumnya warga Indramayu. OTAKNYA DIMATA, ternyata melihat bukti yang lebih menjanjikan. Adakah yang lebih menjanjikan kemapanan selain jadi TKI dalam waktu singkat?

Sepanjang jalan terlihat dengan jelas sebuah pemandangan pedesaan. Kanan-kiri dipenuhi areal pesawahan, terlihat bagai karpet hijau menghampar luas. Lalu-lalang petani di bahu jalan dengan perlengkapannya, sebuah pedang, cangkul, dan sebotol air minum, baik dengan sepeda maupun motor, saat jam-jam segini begitu ramai.

Kalau terus berjalan menyisiri sekeliling kampung, banyak kamu temui sesuatu yang selama ini belum pernah kamu duga-duga. Para ibu sedang sibuk didapur. Anak-anak berduyun-duyun dengan setelan merah-putih bersemangat setelah pamit minta doa restu kepada orangtuanya, siap dengan palajaran barunya disekolah.

Kalau kalian datang ke kampung kami sangat terasa nuansa kampung sudah berubah menjadi setengah kota. Kehidupan dikampung sudah tidak lagi seperti dulu. Rumah tidak lagi seperti Pangken—rumah panggung—atau bangunan semi permanen. Rumah kami sekarang sudah terbuat dari beton semen, lantainya dari ubin atau keramik, atapnya tidak lagi dari rumput welingi melainkan dari genting Jatiwangi dan asbes. 

Hiasan didinding tidak lagi memakai duplikasi gambar tokoh pewayangan atau kepala kidang melainkan poster artis atau band ngetop. Lampu petromak dan patrol sudah jarang terlihat dan dipakai, sebagai gantinya banyak kita lihat lampu neon dan lampu kristal—penerang ketika gelap menyapa. 

Kursi yang dulu risbang dengan meja bundarnya diganti dengan kursi ukiran atau sofa. Kasur yang dulu diisi dengan kapuk sudah dianggap kuno, springbad atau kasur busa menjadi pilihannya sekarang. Jikalau dulu banyak orang buang hajat di got atau jamban dipinggir kali sekarang hampir semua rumah memiliki toilet didalamnya. Meski tak semua begitu tapi seisi warga desa hampir sudah merasakan fasilitas itu.

Sungguh sebuah kejutan bagi desa yang 20 tahun lalu masih banyak rumah terbuat dari pagar bambu yang dianyam. Lantainya beralaskan tanah, masih lumayan sedikit yang sudah dipasangi ubin. 

Karena listrik belum merata, warga desa masih suka menggunakan petromak dan lampu patrol sebagai penerangnya. Listrik memang sudah bisa dinikmati warga desa walau dengan swadaya pakai tenaga accu yang terangnya hanya sampai jam 12.

-Gambaran Desa sebelum dan sesudah era TKI-

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun