Rantai nilai atau value chain merupakan istilah yang masih awam di kalangan pelaku pertanian, Dibandingkan dengan istilahh Supply chaina atau rantai pasok yang sudah lebih dulu terkenal dan dijadikan salah satu metode dalam pengambilan keputusan oleh para pelaku usaha pertanian. sebenarnya apa yang membedakan antara rantai nilai dan rantai pasok?
Dalam Artikel ilmiah berjudul Value chains versus supply chain  yang ditulis oleh andrew feller dkk. menyampaikan bahwa value adalah pengalaman , dimana  konsep nilai ini berasal dari konsumen sebuah produk hal ini lah yang menajdikan pemberda.  alur ini terbalik dengan supplu chain yang bermula dari Produsen. Â
Dalam dunia bisnis ada 3 bentuk value. 1) technical ( resource value) 2) Organizational value 3) Personal value.  3 bentuk value ini punya keterkaitan satu dengan lainya. technical value adalah kebutuhan dari konsumen secar ateknis ini adalah kebutuhan utama dari konsumen. sedangkan yang kedua adalah organizational value dimana ini terkait denagn branding , company reputation , prestise dan sebagainya  untuk yang ketiga  ada personal value dimana ini terkait dengan pengalaman pribadi dari konsumen membeli dan menikmati sebuah produk.
Penulis akan membahas bagaimana seharusnya value dalam ilmu manajemen dan ekonomi ini bisa diterapkan untuk menghilirisasi produk inovasi pertanian.Â
Dilema terjadi ketika brand inovasi nasional  kita semacam dikalahkan oleh brand inovasi luar negeri, seakan kita kalah saing padahal secara technical value sebenrnya kita sama mempunyai kompetensi yang kurang lebih sama. tapi dari sisi organizatonal value kita seperti kalah saing dengan produk inovasi luar negeri, kekuatan standardisasi dan branding produk inovasi pertanian di luar negeri luar biasa, image positif ditambah dengan infrastruktur pelayanan yang prima. skor 1:2 untuk produk inovasi luar. untuk personal value ini yang penulis bisa katakan produk kita masih belum berpengalaman. sehingga preferensi nya masih untuk produk asing
apa yang sebenarnya dibutuhkan ? ini menjadi jawaban riil yang harus dijawab para peneliti kita. apa yang sebenernya dibutuhkan konsumen baik publik maupun industri. Riset itu harus dimulai dari kebutuhan dan permasalahan yang terjadi. bukan atas dasar rasa penasaran pribadi tapi kebutuhan publik.Â
Dana riset kita bukan minim tapi kurang efisien dan tidak tepat sasaran. sepakat dengan pernyataan Bapak Presiden Jokowi. Â perlu ada refocusing dan efisiensi. dan jangan tergantung hanya pada APBN. Â
Hilirisasi produk inovasi pertanian menjadi terhambat karena ternyata bukan yang dibutuhkan oleh konsumen, Konsep Bussines to Bussines harus mulai diaplikasikan dengan melihat kebutuhan konsumen, tanggapan konsumen atas produk kita, saran dan rekomendasi serta feed back harus dijadikan kata kunci dalam menhasilkan sebuah produk inovasi.Â
Merestart pola pikir riset berbasis kebutuhan menjadi jawaban dan Kreativitas yang kekinian menjadi pembeda. adi; dan berkelanjutan menjadi fondasi dari riset yang bertanggungjawab.
Hingga nanti akhirnya inovasi kita bisa menjadi invensi yang bernilai tambah dan mensejahterakan bagi masyarakat..#tanpaterkecuali.