Mohon tunggu...
nur masnuriah
nur masnuriah Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

seorang ibu yang hobi membaca dan berbagi cerita

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dilema di Antara Kabut Asap

16 September 2015   20:03 Diperbarui: 16 September 2015   20:13 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setiap kali kemarau panjang hampir dapat dipastikan kabut asap akan kembali melanda hampir seluruh wilayah kalimantan terutama daerah kalimantan tengah. Kebakaran yang sering terjadi itu seringkali terjadi akibat kebakaran hutan, kebakaran lahan gambut, lahan pertanian dan lahan perkebunan. Adakalanya kebakaran murni musibah alias tidak ada faktor kesengajaan. Namun yang seringkali terjadi adalah pembakaran terencana yang berarti memang sengaja dilakukan untuk tujuan pembukaan lahan perkebunan dan lahan pertanian. Namun tidak jarang juga pembakaran terencana tersebut menjadi musibah sebab tidak sesuai dengan rencana. Dan menyebabkan kerugian yang tidak sedikit.

Sebagai contoh ada petani yang membakar lahan kosong miliknya untuk persiapan menanam padi atau tanaman perkebunan . Tapi lahan tersebut berbatasan milik orang lain yang kadang masih berupa lahan kosong , tapi banyak juga lahan yang sudah ada tanamannya bahkan sudah menghasilkan baik itu berupa karet atau cokelat.

Saat membakar memang sudah dibuat batas api dan dijaga oleh sekian orang yang sudah siap dengan semprotan berisi air, untuk menahan dan mencegah api menjalar ketempat yang tidak dikehendaki. Tapi apa daya cuaca panas, angin kencang membuat api cepat menjalar tanpa bisa dicegah. Akhirnya terbakar jugalah kebun kebun milik orang lain. Kalau sudah begitu bagaimana.?

Tentu saja tetangga kebun yang kebunnya terbakar jadi dirugikan, kehilangan penghasilan dari kebunnya yang terbakar tersebut. Sudah selayaknya memang si pembakar tadi harus mempertanggung jawabkan semua perbuatannya dengan mengganti semua kerugian yang di derita oleh korban (orang yang terbakar kebunnya ) nah ada juga yang menerapkan denda mengganti sekian puluh juta rupiah, tapi seringkali karena rasa ewuh pakewuh , karena yang membakar itu tetangga atau teman baik akhirnya hanya minta ganti seikhlasnya saja.

Ada juga yang merasa sama sama nggak punya dan merasa kasian jadi hanya minta di tanamkan kembali dan merawat tanamannya hingga sampai usia saat tanaman tersebut seperti nsekarang. Maksudnya jika tanaman tersebut berusia tiga tahun maka si pembakar berkewajiban menanam dan merawat hingga umur tiga tahun. Padahal kalau tidak terbakar kan tiga tahun lagi sudah berumur 6 tahun. Dan untuk karet sudah siap panen. Jadi serba salah , minta ganti rugi banyak nggak tega, nggak minta ganti rugi ya akhirnya rugi serugi ruginya.

Kami pribadi berharap dengan adanya kejadian kebakaran tahun lalu dengan segala cerita kesusahan dan denda mendenda, orang orang akan jera untuk membakar lagi untuk membersihkan lahan. Namun ternyata tidak juga. Karena memang satu satunya cara termurah untuk pembersihan lahan adalah dengan membakarnya. Memang daerah kami adalah lahan kering yang menanam padi di tegalan, jadi padi hanya bisa ditanam setahun sekali dan hasilnya pun tergantung cuaca, jika musim tanam pas dengan cuaca maka hasil akan bagus , tapi jika terlalu banyak hujan atau malah panas berkepanjangan saat padi mulai keluar dan bernas maka padi akan jelek dan tidak berisi.

Itu pun masih harus bersaing dengan rumput yang sangat subur melebihi suburnya tanaman dan juga tikus yang merajalaela. Harga obat obat pertanian dan pupuk mahal, juga upah pekerja yang tinggi membuat petani terpaksa mengambil jalan pintas yang paling mudah dan murah. Mungkin para petani tersebut cukup tahu dan sadar akan dampak buruk dari kegiatan pembakaran tersebut. Namun sekali lagi mereka terpaksa melakukan karena keterbatasan ekonomi mereka , mau menanam padi tapi nggak punya modal banyak dan jika dimodali banyak pun seringkali hasil yang di dapat tidak sesuai dengan modal yang dikeluarkan. Mungkin pemerintah bisa mencegah hal yang berlangsung setiap tahun ini dengan membantu petani dengan cara apa saja yang mungkin bisa dilakukan.

Agar petani tetap menanam padi , memenuhi kebutuhan pangannya selama setahun dan tetap memperhatikan keselamatan dan kesehatan lingkungan. Mungkin dengan memberi penyuluhan yang intensif agar tanaman petani berhasil baik dan mencukupi. Memberdayakan lagi para penyuluh pertanian yang ada, agar punya pekerjaan dan tidak merugikan pemerintah yang membayar mereka tiap bulan. Menjaga stabilatas harga komoditas petani , tidak seperti sekarang harga karet anjlok bertahun tahun. Menjadi ketersedian pupuk dan penunjang pertanian hingga terjangkau oleh kocek petani. Bisa dibayang kan nasib petani sekarang, harga pupuk dan obat obatan mahal sementara yang mereka hasilkan dihargai dengan sangat rendah. Di tambah lagi dengan naiknya harga harga bahan pokok. Semakin terpuruk lah nasib para petani kita.

Jadi mungkin kita harus bisa memaklumi mereka dan memahami mereka. Yang perlu mendapat perhatian khusus mungkin para petani besar alias pengusaha pengusaha perkebunan yang memiliki ratusan atau ribuan hektar lahan. Yang kemungkinan banyak dari mereka membersihkan ladang dengan cara yang sama. Dan juga meninjau kembali pemamfaatan lahan gambut untuk perkebunan( akan saya ulas dalam tulisan berikutnya. “ sebab kebakaran lahan gambut dan panen asap”)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun