Bagi sebagian masyarakat kami mungkin bila punya hajat tidak afdol bila hanya sekedar walimahan selamatan sederhana mengundang tetangga kanan kiri . baik itu mantu ataupun sunatan. Biasanya yang punya hajat akan mengadakan resepsi atau acara yang kadangkala diluar jangkauan kemampuan ekonominya sendiri.mengadakan acara , mengundang banyak orang, menyediakan makanan berlimpah dan juga mengadakan acara hiburan untuk pelengkap acara. Hiburan bisa berupa pertunjukan wayang, karaoke atau organ tunggal ada juga kuda lumping.  Kenapa dianggap diluar kemampuan , Sebab seringkali  modal untuk acara berupa bahan makanan , segala tetek bengek nya akan di ambilkan dulu dari toko atau warung. Begitu acara selesai barulah hitung-hitungan atau bayaran dengan uang yang di dapat dari sumbangan para undangan. Tidak jarang terjadi begitu selesai acara malah meninggalkan hutang yang tidak sedikit.
Undangan disebar di kampung yang bersangkutan dan juga kampung kampung sebelah, baik itu kenalan baik, kenal wajah saja tak kenal nama ataupun tidak kenal sama sekali. Biasanya undangan di bagikan kosong pada pengantar yang mewakili tempat tempat tertentu dan merekalah yang menuliskan nama undangan sekaligus juga mengatar kepada yang bersangkutan.
Memang sih rata – rata sumbangan dari undangan lumayan banyak,untuk ukuran masyarakat kami yang penghasilannya tidak seberapa.  Ibu ibu biasanya memberi sumbangan antara Rp 20.000,- hingga 25.000, paling sedikit Rp 15.000 dibawah itu rasanya jarang. Untuk bapak bapak biasanya lebih tinggi dari itu. Kalau nggak ya malu lah, sebab saat kita nyerahin amplop maka amplop kita akan langsung di buka ditempat dan juga dicatat nama penyumbangnya. Kami pribadi, saya dan suami jarang menuliskan nama di amplop sumbangan dengan alasan untuk menjaga keikhlasan. Namun belakangan rada khawatir juga sih nanti kalau nggak ada nama kita dikira tuan rumah tidak datang atau ada ampop yang sama- sama nggak ada namanya kebetulan isinya lebih sedikit isinya dikirain punya kita, atau lebih parah lagi kita datang tapi dikira tidak nyumbang. Nah lo gimana dong kalau sudah begitu.
Bagi tetangga dekat yang biasanya juga rewang alias bantu bantu di situ biasanya sumbangan nya lebih banyak lagi, tergantung seberapa dekat hubungan dengan tuan rumah. Atau dulunya waktu dia punya gawe si tuan rumah nyumbang berapa. Jelasnya misalkan si tuan rumah yaitu pak ahmad dulu waktu hajatan di rumah pak budi menyumbang Rp 50.000,- maka pak budi akan menyumbang sejumlah itu. Padahal kalau di anggap investasi rugi ya, habis nya nyumbang nya 5 tahun yang lalu baliknya tetap segitu yah tergerus inflasi lah he he he.
Hajatan bagi warga kami memang jadi beban tersediri baik bagi yang punya acara maupun bagi yang diundang. Bagi yang punya hajat harus mempersiapakan banyak biaya , waktu, tenaga dan pikiran untuk menyelenggara acara seperti yang dikehendaki. Bagi yang di undang juga jadi masalah tersendiri kalau dapat undangan sementara keuangan menipis. Karena kadang kala hajatan berdekatan waktunya atau bahkan bersamaan. Seperti mantu biasanya ada musimnya yaitu bulan maulid. Maka akan banyak terdengar keluhan terutama ibu ibu yang sering tidak bisa menyimpan rahasia dapurnya. Mau nggak datang malu sama orang lewat apalagi sudah berhutang. Kalau kita pernah punya acara dan didatangi orang maka di anggap hutang lo,. Akhirnya berangkat juga ,meski untuk menyumbang harus pinjam kanan kiri. Gimana mau ikhlas coba?