Mohon tunggu...
Masngudin
Masngudin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga, Prodi Kedokteran Hewan

Seseorang yang suka menulis dan mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Pesan Gajah Sumatera, di Tangan Penerus Bangsa

3 Desember 2024   14:31 Diperbarui: 3 Desember 2024   14:36 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gajah di taman nasional, sumber: mediatani.co

Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus, Temminck 1847) merupakan salah satu subspesies Gajah Asia (Elephas maximus) dan termasuk ke dalam Kelas Mamalia, Ordo Probos- cidea (Boonsong et al, 1977). Satwa ini digolongkan sebagai satwa langka yang terancam punah dan dilindungi undang-undang. Sebagai salah satu upaya pelestarian Gajah Sumatera, pemerintah telah mendirikan Pusat Latihan Gajah Way Kambas pada tahun 1985 di Lampung. Program kerjanya antara lain yaitu menjinakkan dan melatih gajah liar "pengganggu" sampai akhirnya dapat dimanfaatkan secara langsung untuk kepentingan manusia. Sejak didirikan PLG Way Kambas sampai April 1988, telah dijumpai beberapa jenis penyakit pada Gajah Sumatera disana. Akan tetapi terdapat sebuah penyakit yang menjadi momok menakutkan dunia konservasi Gajah Sumatera.

Penyakit yang masih menghantui dunia konservasi Gajah Sumatera yaitu penyakit virus Elephant endotheliotropic herpesviruses (EEHV). Penyakit ini dikenal dengan herpes, herpes gajah atau yang dikenal di dunia ilmiah dengan singkatan EEHV pertama kali terdeteksi di Gajah Afrika. Namun pada sub Benua Asia herpes pada gajah mulai merambah di tahun 1997, dan terdeteksi pada gajah ditaman Elephant Sanctuary Cambodia pada 2006. Di Indonesia penyakit ini pertrama kali terdeteksi di Aras 2009. Seiring penyebaran yang semakin menyebar, penyakit ini pun sampai di Konservasi Gajah Sumatera terbesar di Indonesia, tepatnya di PLG Way Kambas.

Penyakit Elephant endotheliotropic herpesviruses (EEHV), menyerang gajah di berbagai rentang usia. Tetapi menurut indeks kasus herpes virus di gajah pertama kali didiagnosa pada 1995. EEHV ini dapat menyebabkan penyakit fatal pada anak gajah karena berisiko paling tinggi menyerang gajah usia 1 sampai 10 tahun. Tertaut pada indeks diatas penyakit herpes ini beresiko menyerang anak gajah. Seperti yang kita tahu dunia konservasi Gajah Sumatera sangatlah menyayat hati, banyaknya konflik, hilangnya habitat, dan serangan berbagai penyakit menghantui dunia konservasi Gajah Sumatera.

Serangan terhadap virus ini sangat menyayat hati dunia konservasi, dimana di Indonesia sudah menyebabkan 4 kematian anak gajah, salah satunya anak gajah di Taman Nasional Gunung Leuser yang bernama Eropa. Eropa merupakan nama yang diadopsi oleh delegasi Uni Eropa pada 2015 lalu. Malangnya saat 30 April gajah ini ditemukan tidak bernyawa oleh tim dokter. Setelah melakukan neukropsi dan identifikasi lanjutan di dapati bahwa Eropa terserang penyakit Elephant endotheliotropic herpesviruses (EEHV). Sebelum menghembuskan nafas terakhir Eropa sempat mengalami disorientasi karena terpapar virus EEHV. Virus ini menyebabkan gajah tak mampu mengenali tanda bahay dan tidak mampu mengontrol pergerakan ototnya. Akibatnya virus sudah mengendalikan otot gajah tersebut.

Virus ini sangat kuat bahkan dalam hitungan hari saja mampu mematikan anak gajah. Gajah yang terjangkiti akan menurun imunitasnya selama kurang lebih 24 s.d 48 jam lalu jika tidak mendapat pertolongan lanjutan akan mengalami kematian. Virus ini juga mengakar kuat pada inangnya, dimana penyebaran sangat luas dan cepat. Beberapa pengendalian yang bisa di canangkan yaitu dengan menjaga kebersihan kandang oleh mahout, dan pemberian vitamin serta pengecekan imunitas berkala. Sinergitas dokter hewan dan mahout dinilai dapat menurunkan potensi penyebaran dimana antara kedua belai pihak bisa berkolaborasi terkait sistem perawatan dan pengendalian kebiasaan gajah liar maupun jinak.

Sampai saat ini progres pemulihan dan bangkit dari keterpurukan dunia konservasi mendapat nilai yang memuaskan. Dengan adanya sinergitas antara berbagai pihak menjadikan pulihnya dunia konservasi. Perancangan pembuatan vaksin untuk menangani virus ini sudah dimulai di luar negeri. Harapannya dapat berkembang dan menjadi pionir benteng bagi dunia konservasi semua jenis gajah yang ada di dunia.

Senyum dunia konservasi gajah akan berseri bila semua pihak bersinergi dalam pengembangan konservasi. Bumi bukan hanya rumah bagi manusia, tetapi rumah bagi semua mahluk hidup yang di ciptakan oleh tuhan. Semua peran dan sinergitas mampu menumbangkan kegelisahan dunia konservasi gajah. Tepatnya generasi muda, disinilah perjalanan dimulai untuk menjadikan bumi rumah yang seindah-indahnya rumah. Generasi muda adalah garda terdepan dalam segala hal, oleh karena itu satukan tangan dan harapan demi kenyataan manis dunia konservasi menuju bumi yang indah bagi semua mahluk hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun