Petani ialah pahlawan kesejahteraan negeri, negara agraris yang luas setidaknya membuat petani untung bukanlah buntung. Petani (Pengatur Tatanan Negeri), cakap Soekarno. Tetapi keadaan di lapangan sangatlah berbeda jauh dari harapan dan angan-angan para petani. Sektor pertanian di Indonesia masih di selimuti awan gelap. Tingkat  kesejahteraan ekonomi petani Indonesia menurun, apalagi dengan hantaman krisis iklim yang sangat mempengaruhi hasil petani, dan masih juga dihantui wabah Covid-19 yang menambah turun tingkat kesejahteraan petani di Indonesia. Masalah ini sudah menjadi tantangan setiap periode pemerintahan, namun tidak ada yang bisa menangani dengan bijak sampai saat ini. Selain itu juga petani terkendala regenerasi, pasalnya di Indonesais sekarang menurut beberapa survei seperti survei Badan Pusat Statistika (BPS). Sebagian besar petani di Indonesia di topang oleh masyarakat yang sudah tua, bisa dikatakan layak untuk pensiun dari dunia pertanian. Indonesia juga butuh para petani milenial dari Gen Z,tetapi nyatanya di lapangan sangat jarang sekali dari Gen Z yang memiliki minat dalam sektor pertanian.  Tidak sampai disitu juga permasalahan yang menghantui petani-petani di Indonesia, namun masih banyak masalah yang menghantui. Mulai dari sektor lingkungan yang sekarang diketahui iklim seluruh dunia sangatlah berbeda dan mengalami penambahan suhu muka bumi yang cukup signifikan. Kenaikan suhu tersebut sangat mempengaruhi semua sektor yang berjalan didunia, tanpa terkecuali sektor pertanian. Selanjutnya masalah yang paling mendasar yaitu keterbatasan alat penunjang sektor pertanian, dimana kita lihat negara agraris lainnya seperti Thailand, dan Vietnam. Kedua negara tersebut sangatlah menjamin mutu hasil sektor pertaniannya, dengan memberikan sarana penunjang dan berbagai kemudahan untuk para petani.  Kita bisa melihat secara luas bagaimana sektor pertanian negara Thailand merupakan salah satu penyumbang perekonomian terbesar negara. Thailand sangatlah memperhatikan para petaninya dengan memberikan banyak sekali kemudahan seperti adanya bank pertanian, yang dimana sangatlah membantu para petani yang sekirannya membutuhkan modal awal. Tersedianya mekanisme yang menjadi kunci utama suksesnya pertanian di Thailand. Penggunaan teknologi mesin pertanian yang meningkatkan efisiensi biaya yang dikeluarkan. Selain itu Thailand juga menerapkan zonasi tanaman, dimana menempatkan tanaman yang bersifat strategis atau memiliki nilai mutu yang tinggi ditempatkan pada lahan yang benar benar sudah di uji kelayakannya.  Dengan adanya wilayah ini pemerintah dapat memastikan output dan input produksi secara jelas.  Membandingkan anatara pertanian di Thailand dengan Indonesia sangatlah berbeda jauh, bisa dikatakan tertinggal jauh. Masalah ini juga sudah bisa dikatakan menjadi makan sehari-hari petani. Pasalnya masalah tersebut sudah pasti terjadi setiap musim tanam 1 maupun 2 di Indonesia. Dilatarbelakangi juga oleh pengeluaran modal awal petani yang sangat banyak dan tidak sepadan dengan rasio penjualan pada setiap panen. Masalah yang datang diantaranya susahnya mendapat pupuk bersubsidi, dan mahalnya obat-obatan untuk memulai bertani. Selanjutnya dimasa yang ditunggu-tunggu petani yaitu masa panen terkadang harus melewati berbagai kendala bahkan kendala tersebut terkadang mengancam,dan mengakibatkan gagal panen. Dengan munculnya masalah-masalah tersebut pemerintah pun tak bangun dari tidur pulasnya mendengarkan keluh kesah petani.  Selain itu masalah yang sangat tajam menukik kepada petani yaitu adanya kebijakan negara yang sangat mencekik petani yaitu kebebasan impor beras yang dibuka besar-besaran oleh pemerintah. Padahal secara sistematis peninjauan langsung dilapangan masih banyak sekali padi-padi dalam negeri yang tidak diserap oleh negara, dan negara menggunakan padi impor dari Thailand dan Vietnam dengan berbagai alasan yang belum pasti kebenarannya.  Berdasarkan berita yang saya dapatkan dari BAPANAS yang kembali menggundang mata publik terkait pembukaan impor beras besar-besaran pada 2023 dalam rangka memenuhi cadangan beras pemerintah. Nyatanya peninjauan di lapangan padi petani di Indonesia yang saat itu masih dalam suasana panen raya 2023. Pasalnya saat itu juga KEMENTAN RI menyatakan bahwa cadangan untuk produksi padi dalam negeri masih mencukupi. Sejak saat itu berbagai kontroversial muncul terkait bagaiamana peran pemerintah dalam melakukan kolaborasi antar lembaga-lembaganya. Lagi-lagi pemerintah menyangkal dengan alasan mengimpor beras untuk mengejar kenaikan inflasi. Dengan dalih sebenarnya stok beras nasional ini berkurang, karena pihak bulog tidak melakukan upaya pembelian padi dari kalangan petani atau koperas-koperasi petani. Karena mereka hanya membeli padi dari pedagang dan pengepul. Pemerintah terlalu menggebu gebukan untuk mengamankan cadangan beras dalam negeri, tetapi tidak membeli langsung beras dari petani dalam bentuk gabah. Selain itu banyak juga dalih pemerintah untuk mempercayakan publik, seperti gabah dari dalam negeri memiliki kandungan air yang sangat banyak dan tidak cukup bagus, dan alhasil mengimpor dari negara lain. Seharusnya ketika pemerintah berdalih dengan alasan tersebut. Pemerintah juga memberikan solusi dan audiensi jalan terbaik dengan upaya mensosialisasikan dan memperbaiki sistem pertanian dalam negeri bukan menambah beban kesejahteraan petani dalam negeri. Pemerintah juga bisa dibilang belum mampu menangani berbagai permasalahan sektor pertanian, mulai dari masalah kecil sampai masalah yang besar pun terkadang belum terselesaikan. Dan bisa selesai ketika ada berbagai gelombang demonstrasi masyarakat maupun mahasiswa. Kita bisa lihat masalah yang tak lekang oleh zaman yaitu adanya mafia pupuk bersubsidi di Indonesia. Keberadaan mafia pupuk ini mengakibatkan penyebab ketidakstabilan kesejahteraan petani di Indonesia. Disebutkan juga oleh Guru Besar Fakultas Pertanian sekaligus Direktur Inovasi, Korporasi Akademik, dan Usaha Universitas Padjajaran, Tualar Simamarta menyebutkan "pemicu utama kelangkaan pasokan pupuk bersubsidi di Indonesia sebenarnya ada dua faktor yang melatarbelakangi, Yang pertama faktor rendahnya anggaran yang digelontorkan oleh pemerintah untuk alokasi pupuk bersubsidi. Yang kedua yaitu masih maraknya mafia pupuk. Mereka mempermainakan dan mengambil keuntungan yang sangat besar untuk kepentingan pribadi dan golongannnya". Pasalnya dengan langkanya pasokan pupuk petani tidak dapat mendapat hasil pertanian yang mumpuni.  Mafia pupuk bersubsidi sangatlah panjang pokok permasalahannya karena menyangkut beberapa pihak, bukan hanya satu pihak saja yang diuntungkan, namun banyak pihak yang diuntungkan tanpa memikirkan kesejahteraan petani.  Kesimpulannya sektor pertanian Indonesia terombang-ambing keadaan yang ada. Akan tetapi kita semua apabila bekerja sama maka semua permasalahan tersebut bisa teratasi. Keterbukaan antara pemerintah dan petani haruslah dipupuk agar terciptanya kesejahteraan ekonomi yang mumpuni dan mampu untuk menghidupkan kembali potensi pertanian di Indonesia. Kembali lagi kepada kebijakan yang ada setidaknya adanya audiensi antar masyarakat, petani, dan pemerintah untuk menghasilkan sebuah keputusan yang menyejahterakan seluruh tatanan negeri. Perlu diingat inflasi serta keterpurukan ekonomi bangsa bisa diselesaikan dari ranah terkecil, begitu juga dengan sektor pertanian kita juga bisa diselesaikan dari ranah yang paling dasar, ketika dasar tersebut terselesaikan maka kesuksesan potensi pertanian pun dapat diraih bukan hanya angan-angan saja, yang tidak mungkin kita bisa meraihnya. Semua masalah ada jalan solusi dengan berbagai cara apapun itu pasti mendapatkan sebuah Solusi demi terciptanya Indonesia emas 2045. Sejahtera masyarakatnya, negaranya, dan semu tatanan yang menyatukan seluruh masyarakat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H