Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menagih Janji Pemerintah dalam Penerapan Predikat Pahlawan bagi Para Tenaga Kesehatan

11 April 2020   11:26 Diperbarui: 11 April 2020   11:20 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pahlawan dari kata phala-wan (bahasa sansekerta) yang berarti orang yang dari dirinya menghasilkan buah (phala) yang berkualitas bagi bangsa, negara, dan agama) adalah orang yang menonjol karena keberaniannya dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, atau pejuang yang gagah berani.

Merujuk pada orang-orang yang dengan gagah berani menentang para penjajah sehingga wujud kemerdekaan.  Juga orang-orang yang  terus berjuang mempertahankan kemerdekaan sehingga Indonesia  bisa benar-benar terbebas dari belenggu kemerdekaan.

Karena itulah kita mengenal pahlawan kemerdekaan, pahlawan revolusi dan lain-lain.

Karena pengorbanan mereka untuk bangsa dan negara,  pemerintah menempatkan jasad para pahlawan secara khusus dalam  pemakaman yang dinamai Taman Makam Pahlawan.

Kita juga mengenal bapak Ibu guru yang dikenal dengan nama pahlawan tanpa tanda jasa. Prestasi mereka dalam memberikan ilmu pengetahuan, dan dari situ muncul tunas bangsa dari berbagai disiplin ilmu.

Bahkan lagu Himne guru diciptakan khusus untuk mengenang perjuangan para guru,  meskipun beberapa masih merasakan keterkungkungan karena ada kendala keterbatasan dalam berbagai bidang.

Pahlawan keluarga disematkan pada sosok ayah atau ibu  yang dengan penuh keterbatasan tetap berjuang mencari penghidupan dalam berbagai bidang ekonomi. Mereka tetap berjuang mencari nafkah apapun kondisinya,  apapun risikonya.

Hari-hari saat pandemi covid-19 melanda dunia,  Indonesia juga menyiapkan berbagai cara untuk menghambat,  dan menghentikan penyebaran virus secara nasional.  

Para dokter sebagai garda terdepan penanganan virus telah gugur mendahului.  Menyusul satu persatu perawat yang  sedang menangani pasien corona

Yang  membuat kabar menjadi tak sedap adalah reaksi masyarakat yang berlebihan dalam menyikapi. Menolak perawat di lingkungan mereka, melempari batu para petugas yang akan menguburkan jenasah corona.  

Bahkan saat sudah jadi jenasah,  mereka ditolak oleh warga di pemakaman yang ada di kampung mereka.

Informasi yang simpang  siur mengenai jenasah corona membuat masyarakat ragu.

Satu sisi disampaikan bahwa jenasah korban corona tidak berbahaya sebagaimana disampaikan oleh Najwa Shihab  yang videonya beredar luas di WAG.

Tapi pada kenyataannya penyelenggaraan pemakaman jenasah corona menggunakan protokol yang  ketat.  Dibungkus plastik,  disemprot desinf, dan dimasukkan dalam peti yang luarnya juga dilapisi plastik kedap udara.

Masyarakat bingung dong pak,  katanya tidak berbahaya,  tapi mengapa proses pemakamannya tidak menggunakan prosedur standar?

Sehingga berdasarkan hal ini muncul reaksi masyarakat dengan memobilisasi warga untuk  mencegah jenasah agar tidak dikuburkan di tempat mereka.

Salahkah warga yang  menolak?

Menurut saya tidak juga.  Sebab mereka hanya mengantisipasi risiko  yang mereka pahami secara subjektif  berdasar informasi tentang penanganan jenasah corona.

Sudah semestinya bila pemerintah mau memposisikan jenasah para  pekerja kesehatan yaitu para perawat dan para dokter sesuai predikat pahlawan yang  disematkan.

Selain mendapatkan reward dari perjuangan, para dokter dan perawat yang meninggal saat bertugas menangani pasien corona juga berhak mendapat tempat di Taman Makam Pahlawan.

Sehingga ke depan tidak ada lagi kejadian mayat perawat atau dokter yang meninggal karena korban corona ditolak oleh warga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun