Padahal sudah seharusnya kita semua menjaga dan bergerak bersama-sama agar kita tak saling sentuh meskipun itu sebenarnya merupakan ajaran agama yamg mulia.
Ada lagi tetangga saya, Â yang terus memposting ajakan untuk sholat berjamaah menciptakan kedekatan dan kebersamaan, Â bahkan dengan membagikan caption tidak takut virus. Bahkan mengolok-olok orang yang tidak berjamaah dengan kalimat takut virus tapi tidak takut Allah.
Saya tidak bisa mengatakan orang seperti ini mabuk agama.Â
Mungkin orang-orang ini sebenarnya tahu kalau kondisinya sedang seperti ini,  dan barangkali ada maksud tersembunyi yang  tidak bisa dipahami.
Terkadang gerakan kesadaran bersama itu sering menciptakan kontroversi karena bertolak belakang dengan adat budaya dan tradisi. Sehingga melahirkan pemahaman yang bertolak belakang dengan sesuatu yang dikehendaki. Â
Saya juga menyadari saat orang ini menyampaikan bahwa seluruh anaknya yang berjumlah 6 orang tak satupun diimunisasi.  Katanya imunisasi haram, dan ia berani  menyampaikan hujjah bahwa temannya seorang dokter tak melakukan imunisasi untuk anak-anaknya. Dokter mana coba?
Kita memang sering berhadapan  dengan hal yang saling berlawanan. Urusan sosial yang sesungguhnya tak perlu dihubung-hubungkan dengan keyakinan beragama. Karena sesungguhnya kejayaan itu akan muncul dalam pribadi-pribadi yang memahami dan mengerti bahwa kemaslahatan umat itu terkadang harus mengorbankan egoisme diri.
Semua orang beragama pasti punya pemikiran yang sama,  bahwa merebaknya virus corona ada karena ada yang menghendaki.  Dan Sang Pencipta  mungkin sedang mencoba manusia agar selalu berusaha dengan segala daya upaya agar segera bisa bebas dari segala belenggu virus corona yang menyiksa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H