Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kalau Hanya Merasa Benar Tak Harus Saling Menyalahkan

28 Februari 2020   10:21 Diperbarui: 28 Februari 2020   10:20 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kekeliruan,  kesalahan,  bahkan kesalahpahaman itu lumrah terjadi dalam sebuah rumah tangga.  Sebab ibarat mengarungi laut lepas dengan biduk berdua,  tak mungkin medan yang  ditempuh akan tenang sepanjang perjalanan. Angin topan,  badai hujan,  dan ombak bergulung  pasti akan menerpa. Apalagi perjalanan sangat jauh dan butuh waktu yang Lama.

Suami ibarat nahkoda yang  memimpin  perjalanan,  dan anak istri adalah para penumpang.  Keputusan apapun boleh tetap di tangan suami,  tapi suara anak istri juga patut dengarkan sebagai bahan pertimbangan.  

Kalau perlu demi kenyamanan bersama istri pun boleh pegang kendali sebagai pengambil keputusan, bila suatu saat nahkoda istirahat atau tak dapat menentukan pilihan. Yang penting biduk tetap berjalan dan tidak goyang.

 Di Indonesia, kehidupan rumah tangga masih lekat dengan tradisi.  Tradisi penghormatan terhadap suami sebagai sosok yang memang harus dihargai.  Karena tetes keringatnya,  semua anggota keluarga bisa makan dan keperluan hidup tercukupi.

Pun demikian,  istri juga memiliki peran yang  sangat penting.  Makanan yang  tersaji,  keperluan anak dan suami, rumah yang  bersih dan asri tak lepas dari tangan istri.

Jadi dalam rumah tangga tak satupun anggota keluarga yang tak mempunyai fungsi.  

Anak adalah pelengkap rumah tangga.  Sebab bila tanpa anak kebahagiaan takkan lengkap.  Sebab anak juga berfungsi sebagai perekat,  saat badai datang memunculkan sekat.

Lalu bagaimana seharusnya rumah tangga Yang baik,  ukuran apa yang  digunakan sebagai baroneter untuk menentukan baik dan buruk?  Kita yang  sudah berumah tangga,  tentu sudah semua mengalaminya.  Dari Yang tenang-tenang saja,  sampai yang  terpisah karena mengalami prahara.

Tiap keluarga memiliki cara yang  berbeda untuk mempertahankan rumah tangganya.  Selain komunikasi rumah tangga yang  harus berjalan baik juga ada beberapa hal perlu diketahui.  Meskipun hal ini bukan juga ukuran standar bagi semua rumah tangga.  Karena masing-masing keluarga juga terikat dengan adat dan tradisi yang  berbeda di setiap wilayah.

Kami membina rumah tangga baru 21 tahun,  jauh dari waktu yang sudah dilakoni semisalA, Pak Tjiptadinata yang telah mengarungi masa perkawinan selama 55 tahun.  

Tapi 21 tahun juga bukan waktu yang  singkat dibanding  mereka yang menikah  lalu bercerai saat usia perkawinan masih seumur jagung.

Gelombang pasang rumah tangga kami datang di awal pernikahan.  Saya ditakdirkan selalu bertemu orang-orang cantik,  baik saat sekolah maupun kuliah.  Hingga foto-foto saya tersimpan salam sebuah album yang  besar. Secara diam-diam istri saya membakar semua foto simpanan saya,  termasuk diary, Surat cinta dan barang-barang milik mantan dengan tanda
 dan symbol cinta.

Awalnya saya marah, tapi akhirnya saya tersadar bahwa sekarang hati  saya sudah menjadi milik seorang wanita,  yang  rela mengorbankan kehidupannya untuk saya.

Sebagai pasangan muda,  saya juga mengalami banyak godaan,  dari surat mantan maupun orang-orang yang saya kenal.  Sampai istri saya mengetahui dan selalu bereaksi karena cemburu.  Saya hanya menekankan bahwa dalam hidup ini kita tak bisa lepas dari orang lain.  Kita harus terhubung dengan semua orang,  termasuk manusia-manusia cantik yang ada di sekitar kita.  Akhirnya istri saya mau memahami dan rasa cemburunya tak kelihatan lagi.

Memukul pasangan itu memang hal terlarang. Saya sekali saja melakukannya dan penyesalan ini terasa sampai sekarang.  Meskipun kejadian itu sudah berlalu puluhan tahun lalu.  Sudah semestinya suami istri mengontrol emosi jangan sampai ringan tangan dan menyakiti.  Pasangan mungkin melupakan rasa sakit akibat pukulan.  Tapi meskipun luka pisiknya sudah sembuh,  luka hatinya akan tetap membekas seumur hidup.

Hal terpenting adalah menjaga amanah,  jangan sampai di luaran kita melakukan hal yang mencedarai hubungan suami istri,  misalnya dengan mencoba bermain api.  Sebab laki-laki yang amanah takkan dibalas oleh istri dengan berkhianat.

Tetap tidur satu ranjang walau sedang didera masalah seberat apapun adalah langkah paling mujarab untuk menyatukan hati suami istri.  Jangan mencoba tidur terpisah saat anda mengalami masalah. Sebab berpisahnya pisik suami istri akan mengakibatkan berpisahnya hati.

 Ingat pesan orang tua,  " esuk padu sore padu,  sesuk meteng meneh"
Pagi bertengkar sore bertengkar besok hamil lagi.

Tidur bersama akan menjadi kunci bersatunya perasaan yang berserak. Sebab tujuan utama perkawinan adalah terwujudnya sakinah dengan bersatunya tubuh suami istri.  Dan tidur bersama adalah sebuah kunci.

Menikah sudah dalam waktu lama pun kita tak bisa menghindari  perselisihan. Maka datang shilaturahmi kepada para senior dengan meminta nasehat terkadang juga bisa membuka hati masing-masing pasangan.  

Sebab para senior sudah berpengalaman makan asam garam,  sedangkan kita masih dalam tahap percobaan dan sedang menjalankan.

Masih banyak hal yang perlu kita gali dari sebuah  komunikasi rumah tangga.  Ini hanyalah sekelumit pengalaman berharga buat saya sendiri.  Semoga anda semua bisa mengambil manfaatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun