Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Aja Didawa-dawa", Ungkapan Jawa Sarat Makna

26 Februari 2020   22:03 Diperbarui: 26 Februari 2020   22:08 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kehidupan berumah tangga atau berinteraksi sosial, seringkali kita menjumpai situasi yang tidak mengenakkan.

Sedikit salah omong atau tingkah laku sedikit menyinggung menjadi embrio permusuhan berkelanjutan.

Andai saja salah seorang mau menahan diri, mengalahkan ego, demi hubungan baik agar tetsp terjaga, tentu tidak akan ada masalah.

Kita memang diciptakan memiliki emosi, rasa marah, sedih, kecewa dan berbagai perasaan tertekan saat ada orang lain yang menyinggung. Bahkan terkadang kita meluapkan rasa amarah dengan umpatan bahkan dengan aksi emosional.

Tak jarang, apa yang kita lakukan berakibat fatal. Tujuan kita yang sebenarnya hanya meluapkan emosi menjadi sebuah tindakan anarkis yang melanggar hukum.

Banyak peristiwa yang terjadi di sekitar kita, tiba-tiba seseorang memukul bahkan membunuh temannya, karena tak mampu mengendalikan emosinya. Bahkan hanya karena masalah sepele.

Kadang kita juga merasa bahwa kesalahan orang lain tak terampuni. Sehingga memutuskan sebuah tindakan untuk menghakimi sebagai balasan atas perbuatan orang lain.

Masalah akan terus berlanjut bila salah seorang tak mau mengalah. Menganggap dirinya benar, dan perasaan ego nya membubung tinggi sebagai bagian dari ekspresi jiwa.

Orang-orang tua menasehatkan dengan ungkapan "aja didawa-dawa", jangan diperpanjang. Sebab bila diperpanjangakan menjadikan masalah semakin tak bisa diselesaikan.

Saya punya tetangga yang sampai saat ini masih saja bermusuhan.  Hanya karena masalah sepele yang butuh pengertian. Tapi berlarut-larut menjadi ajang pertengkaran.

Suatu hari pak Karno (bukan nama sebenarnya), kebingungan. Saat ia pulang kerja jalan ke garasinya terhalang. Sebuah  mobil milik anaknya pak Pujo (nama samaran)  parkir melintang memenuhi jalan.

Pak Karno sudah memohon agar mobil agak dimajukan karena ia tak bisa memasukkan mobilnya.  Tapi jawaban dari Pak Pujo sungguh tidak mengenakkan. Katanya gang itu jalanan umum. Siapapun boleh memanfaatkan. Karena jengkel pak Karno pun memarkirkan mobil sama-sama melintang. Hingga membuat para tetangga tak bisa berlalu lalang.

Ternyata masalah tidak berhenti sampai di situ, lain waktu bu Pujo menyapu halaman. Ia mengomel karena daun pohon mangga milik pak Karno selalu mengotori halamannya. Esoknya pak Karno langsung memotong pohon mangganya. Padahal sedang berbuah sangat lebatnya.

Suatu hari pak Pujo mengadakan hajatan. Semua tetangga diundang untuk kendurian. Hanya pak Karno yang  tak mau datang. Tapi oleh petugas yang mengundang pak Karno juga diberi berkat selamatan.

Tapi esok paginya satu gang heboh, karena pak Karno membuang kardus selamatan ke tempat sampah di depan rumahnya.  

Sudah semestinya kita menjaga hubungan bertetangga.  Karena saat kerepotan kita pasti membutuhkan tetangga. Sehingga saat terjadi masalah,  semua orang harus saling menjaga diri...

Aja didawa-dawa..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun