Bagi orang Semarang, nama taman Lele mungkin sudah tak asing lagi. Wisata yang ada sejak sebelum kemerdekaan ini sampai sekarang masih tetap eksis.
Anak-anak yang Semarang Kendal yang lahir di tahun 80-an pasti memfavoritkan lokasi wisata ini. Sebab wisata taman Lele sudah ada duluan sebelum wisata buatan yang sekarang menjamur di Semarang dan sekitarnya ada.
Konon, taman Lele ada sejak tahun 1932 (Wikipedia). Sumber mata air yang tak pernah kering dan dihuni ribuan lele ini pada mulanya dikeramatkan oleh warga sekitar.
Saat anda sampai di lokasi, tempat parkir yang lumayan luas akan terlihat. Dan gapura berwarna cokelat akan menjadi pintu masuk anda ke taman Lele. Loket ada di sebelah kanan. Dan saat ini harga tiket masuk hanya Rp.4500/orang.
Di sebelah kiri ada danau buatan yang juga berfungsi sebagai sarana menikmati becak air. Anda bisa ajak putra putri anda mengayuh becak di tengah danau sambil menikmati pemandangan.
Di sekitar danau buatan juga terdapat beberapa kursi yang menghadap ke danau. Jadi kita pun bisa duduk santai bersama  keluarga sambil menghadap ke danau.
Di samping danau ini juga terdapat beberapa kamar. Dan bisa disewa dengan harga yang cukup terjangkau. Fasilitas kamar juga lengkap. Mulai dari jaringan WiFi, TV, AC, juga sarapan pagi.
Maju lagi di sebelah kanan terdapat tempat keceh. Berupa sebuah kolam dangkal yang dikhususkan untuk anak-anak. Tiket masuknya sangat murah. Yaitu hanya Rp.2000.
Playground juga tersedia di tempat ini, melengkapi fasilitas. Anda bisa menunggu  anak-anak bermain sambil menikmati kopi atau makanan ringan di warung-warung yang ada di dalam area wisata.
Kata Pak Sugino, dulu taman Lele ada buaya juga gajah. Tapi binatang itu sudah dipindah ke Bonbin Mangkang.
Di taman Lele dulunya ada kebun Binatang  mini. Yang kandangnya berderet sampai ke atas bukit. Tapi sekarang kandang-kandang itu telah lapuk tak berpenghuni.
Di taman Lele juga ada semacam panggung untuk pentas seni. Terkadang saat hari minggu atau hari libur ada  panggung hiburan baik berupa solo orgen atau pentas kesenian seperti kuda lumping dan tarian daerah.
Saya baru tersadar, mengapa tempat ini dinamai taman Lele. Dalam kolam yang tak terlalu besar dan airnya dari mata air di bawah pohon beringin di sebelanya, terdapat ratusan ekor ikan lele baik yang berwarna hitam maupun putih. Lele-lele ini akan akan berebut menyambar makanan yang dilempar oleh pengunjung. Lele yang ada di sini terlihat sangat besar-besar.Â
Sekira paha orang dewasa. Saya belum sempat bertanya apakah lele yang berada di tempat ini bisa dikonsumsi atau tidak.
Masih di area taman Lele ada bukit dengan anak tangga yang cukup nyaman dilewati, saya sengaja naik ke atas, karena penasaran. Dari bawah terlihat banyak kandang berderet,tapi saat didatangi ternyata kandangnya kosong.
Taman Lele memang seperti terbengkalai, karena wisatanya masih memakai konsep lama. Seandainya pemerintah kota Semarang membuat polesan sedikit saja, misalnya dengan membuat spot foto yang instagramable, pasti taman Lele akan selalu dipadati pengunjung. Soal promosi jangan kawatir. Sebab para pengunjung wisata saat ini bisa bertindak sebagai biro iklan tidak langsung.
Kesan yang mereka abadikan dalam artikel, video, dan foto, yang diunggah ke media sosial akan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H