Lalu Si Doel bercerita bahwa selama beberapa hari ini ia memang sengaja tidak betangkat bekerja. Ia mengaku pergi bersama perempuan itu keliling ke berbagai tempat wisata.
"Ya Bandungan, Dieng, Borobudur, Yogyakarta," kata si Doel tanpa beban saat ditanya ke mana perginya.
Suatu hari ia datang lagi membawa sebuah selebaran. Ia bilang itu adalah dafatr untuk investasi. Di lembaran kertas putih tanpa kop itu terdaftar nama-nama orang dengan jumlah nominal tertentu.
"Ini pak, saya sudah punya beberapa investor," katanya sambil menunjukkan daftar nama-nama orang yang sudah join. Mereka menuliskan angka Rp 300.000 sampai 3.000.000.
"Nanti setiap bulan mereka mendapat keuntungan bersih 20% dari total investasi dan modalnya tetap pak. Dan modalnya sewaktu-waktu bisa diambil kalau memang satu periode sudah berakhir," ia menyampaikan seakan-akan mengiming-imingi saya agar ikut berinvestasi.
Saya katakan "tidak", karena saya berpikir bagaimana caranya investor bisa mendapatkan. keuntungan sebesar itu? Terus uangnya diputar ke mana?
Hari berikutnya ia datang lagi, kali ini si Doel membawa sample beras dengan harga murah. Kami membelinya beberapa kilo. Juga beberapa botol sirup.
Setelah itu, masalah mulai datang. Banyak orang yang komplain, karena galonnya tidak kembali. Pemilik warung beras  dan sirup datang ke Depo mencari si doel.
Para investor juga bergantian menanyakan keberadaan si Doel pada pemilik depo.
Karena tidak ada hasil beberapa orang datang ke orang tua Si Doel. Dua motor orang tuanya dan satu motor si Doel terpaksa dijual. Itupun masih belum mencukupi untuk menutup semua hutang si Doel.
Memang sampai saat ini belum ada seorang pun korban yang melapor ke polisi, karena total nilai uang mereka tergolong kecil untuk dikasuskan.