Anda yang gemar membaca tulisan-tulisan tentang strategi tempur mungkin sepakat jika ada pendapat bahwa kemenangan dimulai dari cara seorang panglima menciptakan sebuah medan tempur. Ketika seorang panglima mampu memancing lawan untuk bertarung di medan tempur buatannya, ia akan menjadi sangat kreatif dan inovatif melakukan serbuan-serbuan bahkan pertahanan terbaiknya hingga kemenangan menjadi lebih mudah diperoleh.
"Peperangan" masyarakat ekonomi Indonesia di era globalisasi yang diawali dengan diberlakukannya MEA, sepengamatan saya masih belum memiliki pola yang jelas, sementara ancaman serbuan produk dari luar sudah tinggal menghitung hari saja. Para prajurit yang diisi oleh para pengusaha kecil dan mikro belum mendapat semacam perintah perang yang menunjukkan nilai strategis handal.
Ancaman dan peluang terbesar MEA adalah budaya konsumsi masyarakat pada umumnya terhadap produk apapaun yang ada di pasar, dan itu mampu dibaca dengan baik oleh lawan (MEA), serbuan produk-produk murah dengan kemasan baru akan membuat para prajurit kita mati gaya. Padahal, kemampuan bangsa ini untuk memproduksi dan membaca peluang pasar jauh lebih terbuka, mudah dan murah. Lantas apa kira-kira yang harus diperbuat di masa-masa awal "pertempuran" ini?.
------
Otonomi daerah sesungguhnya adalah upaya menciptakan panglima-panglima perang yang handal. Para kepala daerah akan memberikan pengaruh yang sangat kuat terhadap etos kerja para prajuritnya di lahan tempur pemasaran. Dengan memanfaatkan segala kewenangan yang sudah diberikan, sungguh bukan pekerjaan yang terlalu sulit untuk memberikan ruang bagi para prajurit ekonomi kita memenangkan pertarungan melawan serbuan lawan. Tapi sayangnya, banyak kejadiannya justru terbalik, dengan dalih kebersihan, keindahan dan ketertiban, para prajurit harus gigit jari melihat produk-produknya cuma berkelas pinggiran.
Coba sesekali kita amati sebuah lokasi pasar kaget yang memanfaatkan momentum rutinitas car free day misalnya, di sana kita bisa melihat aneka ragam produk dijual, bahkan dagangan yang tidak sesuai dengan momentum pun mampu menciptakan pembeli sendiri yang sangat menguntungkan. Bayangkan jika seorang kepala daerah yang nota bene adalah panglima perang para prajurit ekonomi kita mampu mengelola potensi itu dengan sebaik-baiknya.
Seorang kepala daerah dapat dengan mudah menentukan lokasi-lokasi pasar kaget dengan jenis dagangan tertentu yang sesuai dengan karakter dan daya beli masyarakat disekitarnya. Mendorong produsen-produsen lokal untuk memberikan kemudahan bagi para prajurit itu dalam memasarkan produknya, bahkan bisa tidak terlalu sulit menghalangi dipajangnya produk-produk impor yang diprediksi dapat menghancurkan produk lokal.
Seorang kepala daerah dapat membuat aturan-aturan yang lebih fleksibel demi menyikapi meningkatnya adrenalin para prajurit ketika menghadapi pasar, misalnya dengan memberikan support penerangan, petugas kebersihan, keamanan dan promosi-promosi, hingga mengurangi kewajiban-kewajiban pungutan yang tidak perlu.
Seorang kepala daerah dapat juga dengan mudah mendorong para produsen kecil, menengah hingga besar untuk turut serta meramaikan pasar kaget yang diciptakan lewat menejemen terpadu.
Seorang kepala daerah bahkan bisa berbaur, bertempur bersama para prajurit untuk bersama-sama menarik calon pembeli.
Â