Hari ini, selasa, KPK menetapkan sang calon tunggal Kapolri sebagai tersangka. Saya tidak tahu siapa beliau, karirnya seperti apa, yang jelas “debat terbuka” yang sekarang terjadi adalah saling menunjukkan siapa yang benar dan siapa yang salah khususnya terkait keputusan Jokowi, dan Jokowi jadi bulan-bulanan nettizen.
Saya hanya ingin melihat “fenomena” ini dari dua sudut yang bisa memberikan penjelasan logis karena menurut saya setiap keputusan yang signifikan tidak bisa dilihat secara an sich alias hitam putih.
Sudut pandang pesimis.
Jokowi sebagaimana kita tahu semua adalah calon dari salah satu partai politik dan calon Kapolri yang dia usulkan adalah orang yang dekat dengan kekuasaan, sehingga jika dua fakta itu dikaitkan, akan sangat dekat dan orang bisa ber-asumsi bahwa Jokowi pada saat ini ada dibawah kendali “someone”. Pada saat “someone”meminta Jokowi untuk mengangkat “orangnya” untuk dijadikan Kapolri, tiada kuasa untuk menolak sehingga suka apa tidak, dapat rapor merah apa tidak, yang penting diusulkan menjadi calon tunggal, dan bola dilempar ke DPR untukmenilainya dalam ranah fit and proper test. Jadi bisa diasumsikan Jokowi “disetir” oleh orang lain dalam penentuan orang-orang di pemerintahannya. Sudut pandang ini saat ini menjadi mainstream di internet, televise maupun media sosial …sehingga dijadikan peluru untuk menyerang habis keputusan Jokowi, dan ini mungkin akan lama menjadi trending topic di medsos.
Sudut pandang optimis
Jokowi “sangat cerdas” dengan tetap memajukan calon tunggal Kapolri meskipun mungkin Jokowi tahu bahwa calon kapolri mendapatkan rapor merah dari KPK (asumsinya untuk seleksi kapolri tentu telah menerima input dari berbagai hal termasuk sisi strengthen maupun weakness). Kenapa tetap diusulkan? Jokowi pengin memberikan pelajaran bahwa jika terkait dengan pejabat publik, KPK dan PPATK harus dilibatkan.
Pelajaran Pertama adalah pelajaran cara mudah atau level-1 yaitu saat memilih menteri, semua orang tahu kalau KPK dan PPATK berperan besar dalam seleksi-nya, dan Jokowi menjadi aktor protagonis. Nah, kasus ini adalah pelajaran level-2 yang sedikit memutar/viral, bahwa Jokowi tidak melibatkan KPK dan PPATK untuk penentuan calon Kapolri dan Jokowi menjadi aktor antagonis, dan hasilnya? Sudah bisa ditebak akan mendapatkan kado dari KPK, dan ini menurut saya sudah diprediksi oleh Jokowi, dan ini adalah cara cerdas untuk tidak memasukkan orang2 yang bisa merongrong pemerintahannya.
Inti pelajarannya tetap sama: Libatkan KPK dan PPATK dalam penentuan pejabat public
Sambil senyum-senyum saya berpikir… oiya..Jokowi itu orang Jawa, Solo lagi. Dalam tradisi jawa ada istilah “menang tanpa ngasorake” alias menang tanpa merendahkan yang dikalahkan. Dalam bahasa simple (jika asumsi benar) Jokowi tetap mengusulkan calon tunggal Kapolri supaya tidak ada orang yang merasa berhutang budi, tidak ada istilah kacang lupa kulitnya, dll..di sisi lain, Jokowi punya komitmen dengan KPK untuk mencegat siapapun yang akan menjadi pejabat publik harus lewat screening KPK dan PPATK.
Silakan pilih sudut pandang sampeyan masing-masing……
Salam…..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H