Ramadan akan berakhir. 1 syawal segera menjelang. Hiruk pikuk manusia perantau sudah dijalan memikirkan kampung halaman yang sudah menunggu. Mudik sudah menjadi sebuah kebutuhan ketika ramadan akan berganti ke Syawal. Bertemu dengan saudara-saudara, bersilaturahmi dengan sedikit waktu mengenang waktu masa silam.
Mudik menjadi kebutuhan, beribu usaha untuk bisa sampai dikampung halaman. Tetapi bagi saya, yang memiliki lebih dari satu kampung teramat sulit. Sebelum menikah, saya selalu menghabiskan lebaran di kampung halaman, tetapi kini harus berbagi diantara dua kampung. Kampung saya di ujung timur pulau jawa sementara kampung istri diujung pulau sumatera. Saya dan istri hidup di Jakarta, setiap lebaran harus pulkam alias pulang kampung. Kini harus membagi, tahun lalu mudik ke tanah jawa dengan beribu sesak kendaraan harus kami lewati melalui pantura. Kini lebaran harus saya rayakan di kampung istri di ujung sumatera. Terasa beda. Budaya menjelang syawal yang kami rasakan berbeda. Di kampung saya, menjelang idul fitri, masyarakat sudah disibukka membuat kue, memperbaiki rumah, semua menyambut idul fitri. Sementara di tempat istri, tidak demikian. Ya, sagatberbeda. Satu sisi rindu atas kampung halaman yang sudah lama kutinggalkan satu sisi, saya harus adil, mengigat energi kami tak cukup untuk mudik di dua kampung dalam satu lebaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H