Mohon tunggu...
Moch Mahmudi
Moch Mahmudi Mohon Tunggu... Lainnya - Praktisi Kata, Frasa, dan Klausa

mengomunikasikan hukum kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mengontrol Tembakau; Pro dan Kontra

11 April 2014   16:44 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:48 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewasa ini, bangsa Indonesia semakin menegaskan komitmennya untuk mengontrol tembakau. Meskipun FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) belum juga diratifikasi akibat belum sepahamnya seluruh komponen bangsa untuk mengontrol tembakau secara total football, namun Pemerintah telah maju selangkah dengan merilis PP No. 109 Th. 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi kesehatan, sebagai implementasi UU No. 36 Th. 2009 tentang Kesehatan.

PP No. 109 Th. 2009 secara ketat merinci kontrol tembakau, terutama dalam soal produksi dan impor, peredaran, perlindungan khusus bagi anak dan perempuan hamil, dan kawasan tanpa rokok. Ketentuan dalam PP ini, patut diapresiasi sebagai langkah progresif yang akan selalu ditingkatkan di masa-masa mendatang.

Dalam taraf yang paling sederhana, implikasi penerapan PP tersebut saat ini adalah iklan rokok tidak lagi leluasa nongol di televisi, pesan kesehatan yang ngeri-ngeri sedap ditampilkan dalam tayangan/tampilan iklan rokok: “MEROKOK MEMBUNUHMU”, diburamkannya visualisasi rokok dalam tayangan film, dan beberapa yang lain. Dan, oh ya, para aktivis kontrol rembakau menginginkan yang lebih lagi.

Tidak dapat dipungkiri, dalam soal tembakau, banyak sudut pandang yang saling berkelindan di samping sudut pandang kesehatan yang dengan tegas menempatkannya sebagai zat adiktif yang berbahaya bagi kesehatan.

Sudut pandang agama, terbelah dalam dua mainstream, yakni makruh dan haram, diwakili oleh Nahdlatul Ulama yang konservatif dan Muhammadiyah yang modernis. Seia sekata dengan Muhammadiyah, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) yang didirikan oleh tokoh Masyumi Moh. Natsir, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Sudut pandang budaya menganggap rokok sebagai warisan tradisi leluhur, dan legacy yang perlu dilestarikan oleh karena memiliki nilai sejarah yang panjang, bahkan jika ditarik ke belakang pada era kerajaan-kerajaan nusantara berjaya. Taruhlah Roro Mendut, kisahnya erat sekali kaitannya dengan rokok (kretek) yang legendaris itu.

Sudut pandang ekonomi melihat rokok sebagai industri yang menyumbang banyak pemasukan untuk pendapatan negara, terutama cukai. Dapat dipahami jika sektor ekonomi merupakan sektor yang paling terimbas oleh kebijakan kontrol tembakau.

Wa ba’du, masih banyak sudut pandang lain yang mungkin dapat bertentangan dengan kebijakan kontrol tembakau, namun, sebagai bangsa yang besar Indonesia harus menentukan pilihan apakah mengorbankan kesehatan bangsa atau menjaganya dengan baik? Wallahu a’lam. (mm/20140411)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun