Mohon tunggu...
Masluh Jamil
Masluh Jamil Mohon Tunggu... Lainnya - Satu diantara ribuan kompasianer

masluhj@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Cium Tangan, bukan Taruh Pipi apalagi Jidad

25 Oktober 2014   12:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:48 810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="640" caption="ilustrasi gambar: dakwatuna.com"][/caption]

Sudah menjadi budaya orang Indonesia, apabila anak mau pergi (entah sekolah, atau ke tempat lain) berpamitan kepada orang tuanya. Berpamitan tidak hanya ber-say hello dengan ucapan saja. Akan tetapi berpamitan dengan melakukan salaman seraya menaruh tangan orang tua di kepala sang anak. Yang sering disebut istilah salim.

Ini penting karena tidak hanya menanamkan rasa cinta kepada orang tua, ternyata budaya salim ini merupakan sebagai tanda hormat dan terima kasih anak kepada orang tua. Budaya ini tidak hanya dilakukan oleh anak kepada orang tua, akan tetapi dilakukan juga oleh istri kepada suaminya. Baik saat istri yang mau pergi berpamitan kepada suaminya atau sebaliknya.

Salim seyogyanya dilakukan dengan mencium tangan orang tua, bukan dilakukan dengan menjabat tangan orang tua, lalu menaruh tangan orang tuanya dipipinya atau lebih parah lagi ditaruh dijidad. Coba perhatikan sekitar kita, atau tontonan dalam televisi.

Saat atau setelah mencium tangan orang tua, jangan lupa minta bantuan orang tua agar ikut mendo'akan. Semoga apa yang menjadi maksud dan tujuan kita pergi, dapat berhasil dan berjalan dengan lancar. Tak lupa, mohon dido'akan agar selamat dan sehat mulai keluar rumah sampai balik lagi pulang ke rumah.

Tetapi kebanyakan sekarang budaya tersebut sudah berangsur-angsur mulai hilang terkikis zaman. Ada anak yang mengatakan malu saat salim dengan orang tuanya di depan teman-teman sebayanya. Walaupun ada juga yang mengatakan terburu-buru takut terlambat, sehingga tidak sempat salim.

Kalau bukan kita yang menguri-uri budaya kita siapa lagi. Kalau bukan kita yang mewariskan budaya siapa lagi.

Selamat pagi, selamat beraktivitas dan selamat weekend

---

uri-uri (bhs. Jawa) = menghidupkan, menjaga, melestarikan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun