Bang, saya pingin kuliah nih! Tanya salah satu teman saya. Meskipun usianya sudah kepala 3, namun dirinya masih saja enjoy dengan kejombloannya. Kalau dibilang terlambat untuk mulai kuliah ya, enggak juga. Wong belajar itu tidak ada batasan usia kog. Dari mulai lahir sampai mati.
Saya tanya alasannya untuk kuliah buat apa, ngapain... Jangan-jangan cari selingkuhan ya di kampus? Desakku sambil guyon gayeng dengan dia. Ya, tentu saja dalam suasana canda ria.
"Enggaklah, mana mungkin aku selingkuh. Lha wong pacar saja belum ada kog. Bang, enak ya kuliah. Punya banyak teman, nambah ilmu, dan yang pasti tidak kuper," jawabnya enteng. (Atau jangan-jangan, ntar cari jodoh di kampus---gumam ku dalam hati).
"Ya, enak dong. Apalagi yang bayarin orangtua, kita tinggal nge-gass aja kuliahnya," tambahku memantapkan niatnya. Akhirnya ya, aku dengan terpaksa deh, aku ceritakan bagaimana kisah dibawah ini.
Lho, kog terpaksa? Suka-suka aku dong... yang nulis juga aku. wekss...
Bayar Kuliah
Pada zaman dahulu kala, saya fokus kerja dulu selama satu tahun mengumpulkan pundi-pundi keuangan, untuk dapat menutupi biaya awal masuk kuliah (karena bagi saya saat itu relatif belum ada uang yang cukup untuk membayar uang gedung dan biaya kuliah saat masuk pertama kali).
Setelah satu tahun, uangnya ngumpul, baru saya daftar kuliah. Alhamdulillah, hasil kerja satu tahun bisa dipake daftar dan biaya kuliah pada tahun pertama (semester 1 dan 2).
Agar dapat membayar kuliah pada tahun kedua (semester 2 dan 3), saya pun kuliah nyambi kerja agar uangnya bisa digunakan untuk membayar uang kuliah pada tahun kedua, begitu seterusnya hingga akhirnya lulus sebagai seorang sarjana.
Sabar minimal 4 tahun, agar bisa lunas itu biaya kuliah. Sekarang ini, kadang muncul perasaan iri pada mahasiswa yang bisa kuliah karena dibiayai kuliah oleh orangtuanya. Mereka bisa fokus kuliah, tanpa memikirkan biaya.
Begitulah cara orangtua saya mendidik, menjadikan anaknya mandiri. Mandiri dalam berfikir, bertindak dan bertanggungjawab. Meskipun orangtua saya mampu untuk mengkuliahkan anak-anaknya. Jikalau anak-anaknya sudah kelihatan ada masalah yang tidak bisa diselesaikan sendiri, baru turun tangan.
Bagaimanapun saya bersyukur memiliki orangtua yang selalu mendukung apapun yang saya lakukan selama masih dalam hal kebaikan baik itu dalam bentuk material maupun immaterial. Masih ada tempat untuk curcol, meminta pendapat.