Mohon tunggu...
Maslani SPd
Maslani SPd Mohon Tunggu... -

Pendidik di SMPN 4 Pelaihari , Kabupaten Tanah Laut., Kalimantan Selatan. Memulai menekuni menulis artikel secara rutin sejak tahun 2013, khususnya artikel yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Beberapa tulisan artikel terbit di koran lokal Kalimantan Selatan, baik koran Banjarmasin Post maupun Radar Banjarmasin.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sebuah Renungan Menjelang HGN

25 November 2018   04:29 Diperbarui: 25 November 2018   06:29 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(edukasi.kompas.com)

Bagi guru seluruh Indonesia, tanggal 25 November  diperingati sebagai Hari Guru Nasional atau HGN.  Penetapan tanggal 25 November sebagai HGN tersebut didasarkan atas Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994. Sementara itu, pada masa penetapan HGN tersebut hanya ada satu organisasi profesi guru, yaitu PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia), mewadahi seluruh guru Indonesia saat itu.

Seiring dengan perkembangan politik pasca reformasi, maka kemudian tumbuh dan berkembang pula berbagai organisasi profesi guru di Indonesia. PGRI yang menjadi organisasi profesi guru tunggal pada masa orde baru, kini pada zaman reformasi sudah memiliki mitra organisasi profesi guru sejenis yang juga mewadahi guru-guru Indonesia. Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tanggal 4 Desember 2015, ada 6 (enam) organisasi profesi guru yang diakui secara resmi  oleh Pemerintah.

Adapun 6 (enam) organisasi profesi guru tersebut adalah : (1) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI); (2) Persatuan Guru Nahdhatul Ulama (PERGUNU); (3) Ikatan Guru Indonesia (IGI): (4) Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI); (5) Federasi Guru Seluruh Indonesia (FGSI); dan (6) Federasi Guru Indipenden Indonesia (FGII).

Semangat reformasi telah juga merubah persepsi dan paradigma guru selama ini, bahwa kebersamaan tidak mesti harus bersama dalam sebuah organisasi profesi. Selama beberapa tahun, guru hanya memiliki satu wadah organisasi profesi. Kemudian, sejak reformasi guru juga melakukan reformasi dalam tubuh organisasi profesinya selama ini. Dengan kehadiran organisasi profesi guru yang banyak diharapkan mampu mewadahi semangat berorganisasi guru sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan guru itu sendiri.

Organisasi profesi boleh saja berbeda, namun persatuan harus tetap terjaga dan terpelihara. Berbeda organisasi profesi bukan berarti berbeda visi dalam memajukan kompetensi dan profesionalisme guru sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam Bab I, Pasal 13 tersebut disebutkan " Organisasi profesi guru adalah perkumpulan yang berdasarkan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru untuk meningkatkan profesionalitas guru".

Realita di lapangan memang berbeda dengan kondisi ideal sebagaimana amanat Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tersebut di atas. Misalnya, bahwa organisasi profesi guru diurus oleh guru, namun pada kenyataannya ada organisasi profesi guru yang diurus oleh bukan guru.  Ada pejabat dinas yang mengurusi guru masuk menjadi pengurus, atau bahkan ketua organisasi profesi guru itu sendiri.

Realiata lain yang penulis lihat dan ketahui selama ini, terkadang organisasi profesi guru dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk melancarkan jalan bagi kepentingan kelompok tertentu, seperti dalam kontestasi Pilkada selama ini. Tidak dapat dihindari, bahwa ada oknum pengurus organisasi profesi guru di daerah, yang turut andil dalam mewujudkan kepentingan kelompok tertentu saat kontestasi Pilkada, khususnya pada jenjang kabupaten/kota.

Jumlah massa guru yang relatif banyak di daerah kabupaten/ kota dibandingkan dengan pegawai atau karyawan profesi lainnya, menjadi perhatian dari pejabat atau politisi daerah menjelang Pilkada. Kondisi tersebut tentunya sayang kalau tidak dimanfaatkan untuk menarik simpati dan suara dalam konstestasi Pilkada, bahkan juga dalam pemilu legislatif. Pihak tertentu biasanya mengambil kesempatan saat upacara memperingati Hari Guru Nasional (HGN) yang dihadiri oleh guru di daerah.

Oleh sebab itu, pada momentum peringatan HGN tahun 2018 ini, diharapkan agar organisasi profesi guru kembali ke 'khittah' sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, bahwa organisasi ini diurus oleh guru itu sendiri, bukan pejabat yang mantan guru,  apalagi pejabat yang tidak pernah menjadi  guru. Kemudian, diharapkan organisasi profesi guru agar lebih berkonsentrasi dalam meningkatkan profesionalisme guru, tidak menjadi alat atau kendaraan politik bagi kelompok tertentu, sehingga mengabaikan tujuan organisasi profesi guru itu sendiri. 

Sebagai negara yang menganut paham demokrasi dan menghargai kebabasan berorganisasi, maka sudah sepatutnya pemerintah, baik pusat dan daerah, untuk memberikan peluang, ruang gerak, dan perlindungan yang sama kepada semua organisasi profesi guru yang diakui keberadaannya oleh Pemerintah.  Pemerintah hendaknya berlaku adil dalam memperlakukan semua organisasi pofesi guru, khususnya dalam rangka tumbuh dan berkembangnya organisasi profesi guru di daerah pada.

Selain itu, patut kiranya dipertimbangkan lagi adanya undang-undang masing-masing bagi guru dan bagi dosen, tidak bergabung seperti yang ada saat ini, yaitu Undang-Undang Guru dan Dosen. Hal tersebut disesuaikan dengan kondisi riil yang beda tugas dan fungsi antara guru dan dosen itu sendiri, bahkan sekarang ini antara guru dan dosen tidak lagi dalam satu kementerian yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun