Itu belum ditambah dengan banyaknya hoaks dan teori konspirasi yang merebak di mana-mana karena banyak dari saudari-saudara sesama warga Indonesia yang tidak mampu mengkaji dan mengolah berita dengan baik.
Sebenarnya, berbudaya ilmiah menunjukkan bahwa kita sebagai mahkluk yang berkesadaran dan berakal budi mampu memaksimalkan potensi intelektual kita dengan sepenuhnya dan dengan seluruh kemerdekaan yang kita punyai. Budaya ilmiah menuntut kejujuran dengan mengakui bahwa ada yang belum kita ketahui dan kita masih harus terus belajar karena masih banyak yang harus dipelajari. Alih-alih pasif dan menanti keajaiban sekonyong-konyong muncul, manusia dituntut untuk mandiri berpikir dan mengambil inisiatif.
Selama ini mahasiswa/i dipandang sebagai agen perubahan dan perguruan tinggi diibaratkan “dapur” yang mematangkan agen-agen tersebut. Dalam hal ini, skripsi tetap diperlukan dan bahkan menjadi keharusan. Bukan malah direduksi sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana saja.
Seorang mahasiswa/i suka atau tidak suka ikut menyandang tanggung jawab perguruan tinggi untuk mendiseminasi pengetahuan yang diproduksi oleh kegiatan risetnya untuk menyumbangkan pemahaman baru dan spirit berpikir ilmiah. Untuk sementara, tak usah risau bila kontribusinya dari penelitian relatif kecil dikarenakan keterbatasan fasilitas penelitian yang tersedia.
Tidak semua mahasiswa selepas studi sarjana akan menjadi ilmuwan, tentu saja. Di luar negeri, lulusan program doktoral pun banyak yang bekerja di sektor industri atau menjadi konsultan. Di atas semua itu, mahasiswa/i Indonesia sampai saat ini ialah kaum yang memiliki privilese menonjol di tengah masyarakat lebih-lebih di tengah kesulitan ekonomi yang diakibatkan oleh adanya pandemi COVID-19.
Artinya, mahasiswa/i pada kondisi idealnya selalu diharapkan mampu menyumbangkan gagasan untuk menyelesaikan masalah, lepas mau bekerja di tengah masyarakat secara langsung atau melalui instansi tertentu. Tak peduli dia hendak bekerja sebagai ilmuwan atau bukan, budaya ilmiah adalah bekal terbaik yang dapat diraih selama pendidikan di perguruan tinggi sebagai salah satu bukti dan warisan kemajuan peradaban dan harus disebarkan.
Tentu saja cara terbaik untuk membangun budaya ilmiah ialah dengan membiasakan sikap ilmiah secara intensif dengan berbekal fondasi-fondasi yang dibangun dari penelitian yang patuh pada kaidah ilmiah secara ketat. Bukan sekedar mengakali data pengamatan, memanipulasinya, atau berbohong supaya memuaskan si peneliti atau keinginan dosen pembimbingnya.
Dalam diri mereka yang berbudaya ilmiah, tidak ada prasangka dan asumsi buta karena eksperimen, pengamatan, dan pengujian mengikis habis segala dugaan yang tak dapat dibuktikan atau terbukti salah. Saya tidak tahu, apakah semua civitas akademia di Indonesia sudah menerapkan prinsip itu?
Kita boleh berteori bila budaya ilmiah sungguh dibangun maka Indonesia dapat berkembang lebih pesat dan secara tak langsung salah satu darma perguruan tinggi, yakni pengabdian masyarakat, dapat terpenuhi. Budaya ilmiah bukan sesuatu yang sifatnya elit karena terbatas dimiliki oleh para ilmuwan, melainkan sesuatu yang seharusnya dirawat dan tumbuh secara merata di tengah masyarakat Indonesia untuk Indonesia yang lebih baik. Demi demokrasi dan kerukunan Indonesia yang lebih baik melalui kecerdasan dan lurus berpikir spula.
Sebagai penutup, alangkah baiknya bila kita renungkan ucapan Tan Malaka dalam “Aksi Massa” berikut:
Marilah kita pergunakan pikiran yang rasional sebab pengetahuan dan cara berpikir yang begitu adalah tingkatan tertinggi dalam peradaban manusia dan tingkatan pertama buat zaman depan. Cara berpikir yang rasional membawa kita kepada penguasaan atas sumber daya alam yang mendatangkan manfaat, dan pemakaian yang benar—kepada cara pemakaian itu makin lama makin bergantung nasib manusia. Hanya cara berpikir dan bekerja yang rasional yang dapat membawa manusia dari ketakhayulan, kelaparan, wabah penyakit dan perbudakan, menuju kepada kebenaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H