Mohon tunggu...
Langit Cahya Adi
Langit Cahya Adi Mohon Tunggu... Ilmuwan - Technical Assistant

Technical Assistant || Universitas Gadjah Mada (2010-2015) Universite de Bordeaux-Perancis (2016-2018) Osaka Daigaku/Universitas Osaka-Jepang (2019-2022) || Twitter: @LC_Adi07

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Siapa yang Sampah: Dosen atau Mahasiswa?

19 Oktober 2019   10:48 Diperbarui: 19 Oktober 2019   10:58 1263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari yang lalu, sempat ada foto draft skripsi seorang mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Jawa Timur yang ditulisi "sampah" oleh dosen pembimbing skripsinya. Foto tersebut menjadi viral dan memancing banyak kontroversi.

Kejadian di atas menimbulkan pro dan kontra dan masyarakat seolah-olah terbelah menjadi dua kubu: Pro-dosen dan pro-mahasiswa. Seperti biasa di Indonesia, sikap "pro" senantiasa dibarengi dengan sikap sinis, kasar, dan memaki pada pihak yang dikritik. Berita itu dapat dibaca di The Conversation Indonesia.

Meski sang dosen sudah memberikan klarifikasi, peristiwa antara dosen dengan mahasiswa terakhir ini sebenarnya adalah proyeksi akan sejumlah hal menyangkut dosen di satu pihak dan mahasiswa di pihak lain. Semua pihak tentu saja tidak kebal kritik.

Sudah bukan hal yang tabu bila membicarakan cara dosen membimbing skripsi mahasiswa. Berulang kali saya mendengar dan mengamati banyak dosen yang sulit ditemui dengan berbagai alasan dan seringkali karena dosen juga menempati jabatan struktural di kampus, entah skala rektorat atau dekanat.

Sedikit-banyak membentuk watak dosen yang bersikap bahwa dialah yang dibutuhkan oleh mahasiswa. Saya pernah menjumpai kakak tingkat yang menanti dosen pembimbingnya dari siang sekitar jam 13.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB. Padahal, mereka punya janji temu pukul 13.00 WIB. Apakah dosennya akhirnya datang? Tentu saja tidak.

Belum lagi jika membimbing cara penulisan skripsi atau disertasi master dengan cara satu arah. Tiba-tiba saja para dosen mencoret-coret dengan tulisan, "Ganti", "Dipersingkat saja", atau hanya memberi tanda tanya (?) tanpa keterangan apapun. 

Jarang (saya tidak berkata "tidak ada") dosen mengajak diskusi secara teratur guna memetakan masalah yang dialami mahasiswa bimbingan, entah di dalam argumentasinya secara verbal, tulisan, atau kurangnya literatur ilmiah yang relevan.

Mengapa para dosen seakan-akan kurang membuka diri untuk diskusi? Biasanya alasannya sibuk. Bisa jadi sibuk mengurusi perkuliahan, proyek, atau kerja sampingan yang lain. 

Tapi jarang mereka sibuk karena penelitian. Toh jumlah publikasi jurnal ilmiah Indonesia masih berada di bawah negara tetangga di ASEAN seperti Singapura.

Bagaimana dengan mahasiswa sendiri?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun