Malam telah beranjak larut ketika kawasan UKI Jaktim ku tapak. Mikrolet 06A jadi pilihan terbaikku untuk melanjutkan perjalanan pulang dari kantor. Gerimis tipis mungkin yang membuat angkot kami malam itu hanya kami tumpangi berdua dengan seorang Ibu separuh baya. Sopirnya masih muda, menyetir dengan gaya balap liar, belok kiri kanan, menyiasati jubelan angkot yang saling berebut penumpang. Seolah tiada begitu peduli dengan keselamatan penumpangnya, Sang Sopir memacu kencang kendaraan uzur menembus rute UKI - Cililitan yang hanya berjarak 2 km an.
Gaya menyetirnya pun tidak berubah ketika tiba-tiba dia menghentikan kendaraannya di depan tukang duku Palembang. Setengah kilo duku dia beli malam itu. Dengan intonasi yang tulus dan sopan, kami berdua ditawarinya. Tentu dengan halus pula kami menolaknya.. Qlihat dia melahap duku itu dengan semangat.. Ah... jangan-jangan itulah makan malamnya..
Sejurus kemudian perempatan Cililitan sudah tampak di depan mata. Antrian panjang kendaraan di lampu merah yang disebabkan oleh badan jalan yang dipakai berjualan makanan membuat kami harus rela menempuh jarak yang tinggal sedepa menjadi lama. Sebelah kanan kami jalur Trans Jakarta tampak lengang, dan itulah yang menggoda Sang Sopir untuk melaluinya. Hanya perlu waktu sekian detik untuk mencapai perempatan tersebut. Lampu merah sedang berwarna merah pula.... dan hanya perlu waktu sekian detik pula bagi Polisi di balik pos jaganya untuk menilang angkot kami. Sang Sopir hanya sempat menggerutu, "Ah Bapak... kan sudah malam, masak ditilang juga...?"
Sembari turun mengakhiri perjalananku tak bisa qtahan senyum getir ini...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H