Mohon tunggu...
Kelik Nursetiyo Widiyanto
Kelik Nursetiyo Widiyanto Mohon Tunggu... -

Saya, Kelik Nursetiyo Widiyanto, alumni Jurnalistik IAIN Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

My San, My Son, My Sun

18 November 2015   21:38 Diperbarui: 18 November 2015   21:49 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

San, terimakasih sudah menemani Babah sama Ibu selama enam tahun ini. Babah dan Ibu sayang banget sama Osan, maafkan Babah sama Ibu suka memarahi Osan. Babah sama Ibu memarahi Osan itu sebenarnya karena saying banget. Babah sama Ibu dulu pernah bersepakat, tidak akan pernah melarang Osan melakukan apapun. Osan bebas mau ngapai aja. Tapi, selama ini Osan banyak melakukan hal yang bikin Babah sama Ibu deg-degan. Kalau dibiarkan, nanti mencelakakan Osan, kalao dilarang nanti Osan ga berani mencoba. Tapi demi masa depan Osan, Babah sama Ibu melarang bila Osan akan bermain yang berbahaya.

Babah ingat sekali, saat Osan usia dua tahun. Babah melarang Osan main di selokan. Tapi Babah liat Osan sudah turun di selokan samping rumah Uu. Babah tadinya mau marah. Main di selokan bisa mengundang kuman. Tapi akhirnya Babah tersenyum, biarlah Osan main di selokan, toh nanti juga mandi. Maka sekarang lihat Osan sering ngala keuyeup di selokan sebenarnya Babah khawatir kalo tiba-tiba air naik, dan di tempat ngala keuyeup itu terkenal angker. Semoga Allah Swt melindungi mu, nak.

Babah juga ingat sekali waktu Osan nginap di saung di kebun. Babah sama Ibu nyusul ke saung besok paginya. Babah heran, kenapa tanganmu seperti melengkung. Babah baru tahu ternyata kemarin sore, Osan jatuh dari papangge saung. Tangan kanan yang menjadi tumpuan tak kuat sehingga melengkung. Babah bawa Osan ke Pak Haji untuk diurut. Walau teriak-teriak dan sebulan tangan Osan diperban, demi kebaikan mu, Nak. Semoga Allah menjaga dirimu, nak.

Babah juga yang memutuskan untuk segera membawa Osan ke pak mantri untuk disunat. Tugas seorang ayah untuk menyunat anak lelakinya Babah tunaikan. Agar kita senantiasa berada dalam millah Ibrahim. Waktu itu Babah bawa Osan ke Mantri sunat Pak Haji Syarif di Tasik, katanya di sana, anak-anak yang disunat ga nangis. Emang betul Osan ga nangis saat disunat, tapi begitu keluar ruangan sunat Osan menangis sejadi-jadinya. Hingga kini, Babah belum mendapat jawaban memuaskan apa yang terjadi di ruang sunat itu. Tak ada yang melihat prosesnya. Tapi yang terpenting, Osan sehat dan telah menjadi Muslim sejati. Kalau di Jawa sunat itu disebut, ngislamkeun, mengislamkan. Dan Osan sudah menjadi muslim. Selamanya akan menjadi muslim.

Saat ibu sekolah. Babah pula yang sering mengantar Osan sekolah Paud di Ciberekah. Sering menunggu di luar kelas. Bersama ibu-ibu yang lain. Babah nggak malu, malah Babah bangga saat Babah pulang, hanya Osan yang berada di sekolah tanpa ditunggu orang tuanya. Osan berani, keberanian mu membanggakan. Sehingga, Osan mendapat penghargaan siswa termandiri.

Saat Gyasi lahir, Osan tidak rewel. Bahkan sering mengalah untuk ade. Osan menunjukan sebagai kakak yang baik dan rela mengalah untuk Ade. Babah pengen, Osan menjaga Ade terus. Bimbing Ade. Kalau ada yang nakalin Ade, belain ya.

Babah juga sering ngedongeng kala menjelang tidur. Osan pengen Babah ngedongeng waktu Babah kecil. Babah cerita waktu kecil suka maen bola, maen layangan, ga bisa-bisa naek sepeda, tertusuk paku saat maen bola, semuanya Babah ceritain. Babah ngedongeng sampe Osan terlelap. 

Babah emang galak. Beberapa kali Babah marahin Osan, marahin Ade. Tapi Babah sebetulnya sangat sayang sama Osan, sama Ade. Itu semua untuk kebaikan Osan. Maafkan Babah belum bisa menjadi ayah yang baik. Belum bisa menjadi ayah yang penuh tauladan baik. Belum bisa menjadi Ayah yang membanggakan bagi Osan, bagi Ade. Tapi Babah berusaha menjadi ayah yang Osan banggakan. Babah hanya ingin Osan menjadi anak yang saleh, senatiasa mendirikan shalat dan sayang Ibu sama Babah.

Tak ada potong kue, tak ada tiup lilin. Enam tahun sudah kita bersama. Dan selamanya kita akan bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun