Adalah niat hati waktu itu, ingin kembali merasakan bagaimana ketika kecil, muda hidup di Jogja. Kesombongan diri karena hampir sebagian besar waktu tercurah untuk berkompetisi. Teringat akan ke dua orang tua, yang telah menjadi perantara adanya perjanjian dengan Sang Khaliq, sehingga bisa lahir ke dunia, menjadikan perjalanan waktu itu terasa sangat berarti. Nyekar. Sungguh membutuhkan tekad yang luar biasa. Apalagi itu harus mengorbankan banyak waktu, kesempatan serta biaya tentunya.Â
Bukan suatu hal yang tidak dapat dilakukan dari jauh, karena Insya Allah tetap berusaha berdoa untuk beliau, yang telah mengukir jiwa raga. Namun memang nuansa nyekar itu begitu terasa. Kembali untuk mengingatkan diri, bahwa menunjukkan keberhasilan hidup dengan hanya mendatangi makam saja sebetulnya tidak cukup. Kesadaran bahwa pada saatnya nanti diri ini akan kembali, menjadi lebih memberi kekuatan dan semangat, bahwa masih ada kesempatan untuk dapat memperbaiki diri, adalah suatu hal yang tidak boleh disia-siakan.
Namun apa daya, kondisi fisik waktu itu menjadi begitu buruk. Suatu pelajaran berharga yang dapat ditarik. Kalau untuk mengingat bahwa kelak pun diri ini akan kembali, ternyata justru berdampak buruk kepada kesehatan badan. Bagaimana jika memang ternyata harus kembali saat itu, kepada jalan yang semua orang pasti mengalami. Hidup di alam lain, sesuai dengan tahapan yang ada di kitab suci. Sungguh sangat buruk yang akan terjadi. Namun Alhamdulillah, masih ada kesempatan untuk menjadi lebih baik.Â
Mas Teguh Suprayogi, Kompasianer Gurun, yang telah pulang kampung ke Jogja, menjadi salah satu saksi, bagaimana kondisi fisik yang jauh dari prima ini, berusaha untuk dapat melakukan perjalanan.
Mas Bamset bahkan harus turun tangan membantu, melewati malam yang panjang dalam perjalanan, antar kota. Perbincangan yang menarik tentang kehidupan, sosial-budaya dan politik, memberikan dorongan untuk lebih tajam memaknai, karier, hidup dan kehidupan ini. Dalam suatu kondisi kesehatan yang begitu menurun, menjelang bulan romadhon adalah suatu hal yang sangat menyiksa.Â
Banyak orang bergembira menyambut romadhon, bukannya diri ini sedih, berlawanan dengan pandangan umum. Namun memang situasi kondisi tubuh yang tidak sehat menjadikan, bulan romadhon harus dijalani dengan tidak biasa.
Namun anehnya, justru dengan puasa, tanpa mengurangi anjuran kawan-kawan dan dokter serta bantuan beliau beliau itu, tubuh ini sedikit demi sedikit kemudian menjadi sehat. Rasa berserah diri dengan menjalani ibadah puasa, yang semakin tinggi, membuat kondisi fisik menjadi semakin membaik. Contoh kecil adalah berkurangnya ukuran lingkar perut. Ternyata menimbulkan dampak yang signifikan terhadap ke luar masuknya udara pada saat bernafas.Â
Sungguh puasa itu membuat tubuh menjadi lebih sehat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H