Proposal Biyankun Ming
"Ayah!", teriak Biyankun Ming di seberang sana.
"Sudah jangan banyak bertanya lagi. Itu permintaan ayahanda, putri Ming. Bacalah sejarah di banyak tempat. Sudah lazim kalau Titah Raja, itu harus diikuti. Gunakan kompetensi tinggimu untuk berkreasi, secara komprehensif dan integral, untuk melaksanakan tugas kerajaan yang sangat berat ini. Lagian ini bukan hanya untuk kepentingan Ayahanda semata. Tetapi juga untuk melindungi Marwah kerajaan Matraman", bungkus Raja Armanda. Sang Prabu tahu betul, akan sangat sulit mengalahkan putrinya Biyankun Ming dalam berdebat. Apalagi ini menyangkut hidup dan kehidupan Biyankun Ming. Namun Raja Armanda berharap, putrinya tahu bahwa kepentingan menjaga Marwah Kerajaan Matraman menjadi taruhannya.
"Kapan itu harus Ming laksanakan, Ayahanda", tanya putri Biyankun Ming pasrah..
"Sekarang juga, tiket sudah disiapkan. Tinggal berangkat ke AirPort, kode booking sudah Ayahanda kirim via Line. Tunjukkan saja ke AirPort. Bukan itu saja, sampai di Kerajaan ke dua panglima kesohor akan menemani putri Ming dalam tugas ini. Ingat yang paling penting pada intinya putri Ming harus mau melakukan resiko apa pun, untuk mensukseskan tugas berat ini. Ayahanda ingin melihat Putri Ming bahagia", seru Raja Armanda.
"Baik, ayahanda, putri Ming percaya kepada kebijaksanaan Ayahanda Raja. Putri Ming akan mematuhi Titah Ayahanda. Doakan Pu..tri ... Ming .. dapat menjalankan tugas, ya .. Ayahanda", terbata-bata suara Putri Ming menjawab jauh di seberang sana.
Raja Armanda tidak menjawab. Gelap dunia yang kan kau hadapi, tidaklah segelap dunia yang ayahandamu hadapi, putriku, dalam hati Raja Armanda teriris-iris. Dibiarkannya hp nya on, sampai sinyal itu putus sendiri, karena Putri Ming pasti sangat berduka dan akan mematikan hp itu.
Panglima Srapras dan SuperA sangat kikuk di bandara menunggu kedatangan Putri Ming. Bagaimana pun, panglima Sarpras dan SuperA khawatir kalau Putri Ming berubah pikiran dan tidak mau melaksanakan Titah Raja Armanda. Dapat dibayangkan kalau hal itu terjadi, maka semua kemampuan yang mereka miliki harus mereka asah lagi, untuk menghadapi pembangkangan Ki Difangir.
Bukan suatu hal yang mudah, karena dari pengalaman saat melakukan penjajagan pada serangan terakhir terhadap pembangkangan Ki Difangir, harus diakui kemampuan Ki Difangir sangat luar biasa. Pasukan kerajaan Matraman porak poranda dan akhirnya mundur teratur, begitu Ki Difangir mengeluarkan ajian berbagai macam jenis angin. Jangankan prajurit yang beringas akan berhadapan dengan angin topan, angin puting beliung. Sedang prajurit jaga saja, jadi merem melek kena jurus angin sepoi-sepoi.
"Paman panglima Pras, dan kanda panglima SuperA", suara Putri Ming menyadarkan ke dua panglima tersohor kerajaan Matraman itu, dari lamunan mereka, memikirkan kehebatan Ki Difangir.
"Putri Ming, sudah sampai rupanya. Maaf paman Pras, tidak melihatnya dari tadi", sapa panglima Sarpras sambil menggamit panglima SuperA yang diam membisu.
"Harusnya aku yang galau menghadapi tugas berat ini, tetapi kok justru ada yang nggak begitu perhatian terhadapku, paman Pras", sergah Putri Ming sambil melanjutkan perjalanan memasuki mobil eh kereta tanpa kuda kerajaan Matraman.