Mohon tunggu...
MJK Riau
MJK Riau Mohon Tunggu... Administrasi - Pangsiunan

Lahir di Jogja, Merantau di Riau

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Sabda Pandito Ratu Tak Lagi Roto Sak Nagari!

14 Juli 2015   07:20 Diperbarui: 14 Juli 2015   07:20 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya batas kesetiaan itu mulai terkikis. Kesetiaan kepada Raja, kesetiaan kepada Pemimpin Agung Wakil Allah di Bumi, kesetiaan kepada pemimpin negeri mulai dipertanyakan, bahkan ada peluang untuk mulai mengeras. Bagaimana mungkin dunia orang Jawa yang setia taat dan patuh kepada Raja dapat terusik ? Bahkan kalau boleh dianggap lebay, para leluhur siap untuk pejah gesang nderek ingkang Sinuhun, karena Raja khususnya Sulthan Jogja itu sudah dinobatkan sebagai Khalifatullah Sayidin Panotogomo. Sebagai perwujudan pemimpin Agung wakil Allah di muka bumi, ucapan Raja menjadi hukum, tindakan Raja menjadi panutan. Sebagai rakyat jelata mematuhi ucapan dan tindakan Raja adalah suatu keharusan. Mengapa ? Karena dengan mematuhi ucapan dan tindakan Raja, hidup dan kehidupan rakyat jelata akan selamat. Sabdo Pandito Ratu. Pandito ngendiko sepisan tan keno wola wali. Ratu ngendiko roto sak nagari. 

 

Ucapan dan tindakan raja itu sangat berpengaruh besar terhadap Jagad kehidupan rakyat jelata. Raja memiliki segalanya untuk dapat mendorong, menumbuhkan, menggalang, mengarahkan kehidupan rakyat jelata menuju kehidupan yang lebih baik. Raja mempunyai kewenangan luar biasa besar dalam kehidupan rakyat jelata dalam menentukan nasib baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan di kelak kemudian hari. Dalam melaksanakan kewenangannya Raja mendapat kekuatan baik secara kekuasaan atas tanah, kawasan, harta benda lainnya dan tentu saja prajurit untuk menjaga keamanan. Oleh karena itu Sulthan Hamengku Buwono pada jaman reformasi sangat dikenang dengan nama harum, karena dapat dijadikan panutan sebagai Raja Jawa justru dengan suka rela membagi-bagi tanah untuk masyarakat. Merelakan rumahnya, yang dianggap sakral, karena pada umumnya Kraton lingkungan rumah Raja Jawa, harusnya steril dari pihak luar, namun justru digunakan untuk kuliah mahasiswa UGM. Tanah-tanah dibagi kepada para mahasiswa luar Jawa untuk dapat didirikan sebagai asrama mahasiswa, sehingga kawan-kawan dari luar Jawa dapat merasa aman nyaman dalam menuntut ilmu untuk kemajuan bangsa. Persatuan dan kesatuan yang sering kita agungkan itu praktek terbaiknya ada di Jogja. Raja Jogja dengan ucapan dan tindakannya, memberikan jaminan hukum dan panutan untuk kesejahteraan masyarakat, bukan hanya masyarakat Jogja yang menikmatinya sampai saat ini dan sampai masa masa mendatang, namun juga Indonesia. 

 

Situasi di tempat lain di belahan bumi yang sama, dapat saja justru terjadi sebaliknya. Tanah-tanah dikapling untuk kepentingan individu. Begitu terdapat bocoran informasi mengenai arah perkembangan wilayah, secara perlahan tapi pasti, perpindahan hak atas tanah terjadi, untuk memperkaya diri. Penguasaan atas lahan sebagai faktor produksi juga dilakukan secara besar-besaran demi peningkatan produksi dalam rangka menjamin pertumbuhan ekonomi, yang terkadang tanpa memberikan imbal balik yang jangankan memadai bagi pemilik tanah, namun justru yang terjadi adalah secara perlahan tapi pasti membuat masyarakat rugi. Karena walaupun mendapatkan imbalan atas tanah yang diberikan tapi tetap rugi, namanya saja ganti rugi. Raja Jawa dalam hal ini sangat menonjol dalam melaksanakan visinya ke depan. Jogja tanpa Raja Jogja yang seolah bukan suatu wilayah yang istimewa. Marketing promotion perlu bertanggung jawab dalam memberikan advice mau dibawa Jogja ke depan. Marketing promotion perlu menjadi Pandito, bukan Sumantri yang sekedar mendapat proyek. Kalau kemudian ada masalah besar, baru mencoba mencari Sukrosono.

 

Sabdo Pandito sepisan tan keno wola wali. Pandito kalau bersabda sekali tidak boleh sembarangan. Hasil olah batin dalam rangka mengikuti petunjuk Allah SWT, bagaimana kemampuan masyarakat maupun kelemahan masyarakat, namun tetap dalam misi menjalankan perintah Allah dan meninggalkan laranganNya, serta antisipasi terhadap ancaman, gangguan dan hambatan yang mungkin terjadi. Pandito ngendiko sepisan tan keno wola wali. Karena Sabda Pandito akan berdampak besar terhadap perilaku masyarakat yang akan melaksanakan Sabda Pandito, akan setia taat dan patuh mengikuti dengan segenap jiwa, atau bahkan mempertanyakannya ? Langkah pepe berjemur diri rame rame di alun alun utara, merupakan salah satu praktek demokrasi yang dilaksanakan pada kerajaan Ngayojokarto Hadiningrat.

 

Ada pun Raja Jogja sebagai penguasa tunggal tanpa ada pengawalan DPR, karena keistimewaan Jogja, ucapannya dapat menjadi hukum. Secara hukum, masyarakat Jogja harus patuh dan taat kepada ucapan Raja. Ratu ngendiko roto sak nagari. Ucapan Raja akan dilaksanakan oleh rakyat tanpa reserve merata ke seluruh pelosok negeri. Namun apa yang terjadi ketika Sabda Pandito Ratu tak lagi roto sak nagari ? Masing masing pihak harus mau melakukan repositioning.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun