Mohon tunggu...
MJK Riau
MJK Riau Mohon Tunggu... Administrasi - Pangsiunan

Lahir di Jogja, Merantau di Riau

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Galileo Sampai Dibawa Mati: Somasi Bukan Peti Mati!

29 Januari 2014   15:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:21 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beda pendapat itu biasa. Beda pendapat itu rahmat. Tapi kalau beda pendapat sampai dibawa mati ? Wah bisa berabe. Memang bisa, memang ada ? Tinggal beda pendapat dengan siapa ? Kalau beda dengan penguasa memang bisa berabe. Apalagi kalau beda pendapat dengan penguasa dunia. Belum lagi, substansi beda pendapatnya itu mengenai hal apa ? Kalau substansi beda pendapatnya itu dapat dianggap menggoyahkan landasan pokok kekuasaannya, maka bukan hanya berabe. Memang tidak cukup hanya minta ampun babe. Akibatnya bahkan bisa ada yang harus meninggalkan dunie.

Lho, memang beda pendapat itu salah!

Beda pendapat itu tidak salah, malah dianjurkan, supaya terdapat pandangan yang lebih komprehensif, pandangan yang lebih integral, dan mendorong munculnya sifat-sifat egaliter terhadap diri pribadi dan masyarakat banyak.

Beda pendapat dapat memberikan gambaran yang lain terhadap suatu pandangan yang sudah dianggap baku, namun mungkin saja, terdapat suatu hal, yang membuat pandangan tersebut perlu dirubah karena ternyata hal lain tersebut, justru dapat memberikan gambaran yang lebih jelas, lebih terang, lebih benar bahkan lebih tepat. Dalam hal ini, beda pendapat dapat memberikan pandangan yang lebih komprehensif terhadap suatu hal, sebelum hal tersebut diyakini kebenarannya.

Beda pendapat juga dapat memberikan menambah faktor-faktor yang mempengaruhi suatu pandangan, mengingat ada faktor yang belum termasuk dalam pandangan sebelumnya, namun bahkan dengan masuknya faktor baru tersebut, dapat bersinergi dan lebih memperkuat pandangan yang sudah disepakati. Dalam hal ini, beda pendapat dapat memperkokoh dalam membangun pandangan secara integral.

Beda pendapat dapat mendorong orang banyak untuk saling menghargai satu sama lain, berdiri sama tingi dan duduk sama rendah. Beda pendapat tidak dihindari, tetapi justru ditumbuhkan, walaupun muncul dari orang yang tidak diketahui rimbanya, dari orang yang papa, dari orang tertindas, dari orang yang tersudut sekalipun. Beda pendapat dapat melatih orang untuk mengetahui substansi pandangan orang lain, bukan siapa yang berpandangan. Beda pendapat mendorong orang terbiasa dengan apa yang dibicarakan, bulan siapa yang bicara.  Dengan demikian, beda pendapat dapat menumbuhkan sifat egaliter terhadap masing-masing diri pribadi dan masyarakat.

Nah, kalau beda pendapat itu, mengandung nilai-nilai positif seperti itu, bahkan ada yang mengatakan kalau beda pendapat itu adalah rahmat. Suatu hal yang seharusnya disyukuri, karena kalau beda pendapat itu dapat menghasilkan keputusan yang komprehensif, dari suatu proses olah pikir orang-orang pinter, secara bener dan pener dan merupakan suatu pendapat yang bulat dan tuntas, lalu mengapa sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dari beda pendapat. Mengapa beda pendapat sampai dibawa mati atau juga somasi!

Adalah Galileo yang mencoba beda pendapat dengan kalangan penguasa dunia, di kala hidupnya. Habis Galileo mendukung pandangan bahwa Bumi itu mengelilingi Matahari. Lho anak anak kita saja kalau ditanya akan bilang sama dengan Galileo, apakah Bumi mengelilingi Matahari, ya, jawab anak-anak kita (eh memang semua akan bilang begitu ?)

Banyak orang merasa bahwa Matahari itu mengelilingi Bumi. Pandangan seperti ada benarnya, karena kalau seseorang berdiri seorang diri, pada suatu dataran rendah, apalagi di tepi pantai, yang sejauh mata memandang hanya kelihatan fenomena alam yang membentang datar, maka semua benda langit, dalam hal ini, seperti Matahari, Bulan dan Bintang akan mengelilingi Bumi. Fenomena ini memunculkan pandangan besar bahwa Bumi adalah Pusat Dunia, atau yang lebih dikenal dengan Geosentris.

Pandangan Geosentris itulah dijadikan landasan berpijak bagi Penguasa Dunia saat itu. Bahkan pandangan Geosentris itu lalu berkembang secara lebih dahsyat ke dalam masing-masing diri pribadi manusia yang berkuasa, menjadi pandangan Egosentris. Hal itu dapat dipahami, pada fenomena alam yang terjadi, bahwa setelah semua benda benda langit itu mengelilingi bumi, maka pada diri pribadi masing-masing merasa bahwa benda-benda langit hanya mengelilingi dirinya. Pandangan Egosentris ini, sangat berakibat fatal bagi penguasa yang tidak mau melihat kenyataan dan tidak mau memberikan peluang terhadap adanya beda pendapat. Mengingat pandangan Egosentris tersebut dapat mendorong munculnya pandangan yang bersifat Egois.

Egois, bukan Ego, adalah pandangan yang berasal dari peralihan pandangan Egosentris seorang penguasa absolut, yang pada saat itu, semua orang tunduk kepadanya, apa saja keinginannya dipenuhi, sampai mendorong timbulnya sifat-sifat hanya dirinyalah yang benar, yang harus diikuti pendapatnya, yang boleh berbuat apa saja, yang tidak boleh diganggu, yang tidak boleh disentuh, yang tidak boleh dikritik, yang tidak boleh dicela, yang tidak boleh dibantah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun