Melihat Slamet Raharjo Jati nampak menguasai Kerajaan Matraman Raya dengan suka cita dan tanpa henti orang seperti banyu mili datang dan pergi ke bangunan Garuda Wisnu Kencana, tempat Slamet bertahta, Panglima Sarpras tampak terusik hatinya. Panglima Sarpras dan Panglima SuperA merupakan ke dua panglima yang paling setia menjaga keselamatan kerajaan Matraman Raya. Saat ini mereka merasa mendapat tugas dari Raja Armanda  untuk menjaga Tahta Istana Kerajaan Matraman Raya dari Slamet Raharjo Jati, karena Tahta itu adalah hak dari cucunda Raja Armanda dan putra dari Raja Difangir: Right or Wrong my country.
Namun karena melihat masyarakat begitu antusias terhadap upaya Slamet Raharjo Jati dalam menjalankan pemerintahannya, Panglima Sarpras merasa khawatir melihat gejala itu. Apa jadinya nanti kalau Cucunda Raja Armanda datang menuntut haknya, untuk menjadi Raja di Kerajaan Matraman Raya, sementara Slamet Rahrajo Jati  bergeming, tidak mau turun tahta. Hal itu akan dapat menyebabkan Ontran Ontran di Kerajaan Matraman Raya. Secara de facto Slamet Raharjo Jati adalah Raja yang berkuasa dan dicintai rakyatnya, sementara secara de yure Cucunda Raja Armanda adalah Raja Kerajaan Matraman Raya yang sah. Selain dari itu, Slamet pada saat berkuasa sangat mengandalkan pada pengawalan masa yang pandai bela diri, berakting, mengaji masih ditambah lagi kekuatan nyata di tengah masyarakat dari gerakan "Pokoke nJondil".  Biarpun Cucunda Raja Armanda mempunyai kekuatan yang luar biasa yang belum ada tandingannya sampai saat ini, Setrum 35000 megawatt, kalau sampai terjadi pertempuran perebutan tahta kerajaan Matraman Raya, akan sulit dibayangkan bahwa banyak korban yang akan terjadi, karena timbulnya Ontran Ontran di Kerajaan Matraman Raya.
Untuk itu Panglima Sarpras mencoba menyadarkan Slamet Raharjo Jati, supaya ingat akan arahan Raja Armanda, dan jangan sampai Slamet lupa diri:
"Baginda, Slamet. Harap Paduka menahan diri, dan masih ingat dengan janji. Tahta ini cepat atau lambat harus Baginda serahkan kepada Cucunda Raja Armanda, Putra Kandung Raja Difangir."
Mendengar hal itu, Slamet Raharjo Jati kemudian termenung. Namun hanya sesaat, karena kemudian muncul bisikan lain, itu pun masih ditambah dengan pelukan:
"Kalau Baginda serahkan tahta ini, Miss Tami Zen akan kembali ke Jepang."
Kontan saja Slamet langsung berubah pikiran. Informasi dari Panglima Sarpras yang tadinya sudah hampir membuat Slamet sadar akan janji dan harus menghormati Raja Armanda, yang dapat mengamankan situasi, sehingga tidak terjadi pertempuran antara Raja Difangir dengan dirinya, namun karena adanya ancaman dari Permaisuri Miss Tami Zen, menjadi tertutup hatinya. Â Â
"Panglima Sarpras, sebagai Raja, aku telah berlaku seadil adilnya. Kalau kemudian saat ini masyarakat menjadi sangat sayang kepada Rajanya, juga karena semua itu atas hasil jerih payahku. Begitu juga halnya dalam meraih tahta Kerajaan Matraman Raya."
"Maksud Baginda ?"
"Dalam meraih tahta kerajaan Matraman Raya ini, aku berusaha keras dengan segala kemampuan akal budiku. Bukan hanya sekedar berdoa. Lihat sekarang hasilnya. Masyarakat kerajaan Matraman Raya bersatu di bawah kendali perintahku."
"Jadi kalau nanti ada orang yang mengaku mempunyai hak atas Tahta kerajaan Matraman Raya. Dia harus berhadapan denganku."