Tanggal 29 Februari merupakan salah satu contoh koreksi, terhadap suatu keputusan yang telah dijalankan beradab-abad, sama sekali tidak ada hubungan dengan nasib seseorang, kondisi alam semesta, apalagi marabahaya dan bencana. Tanggal  29 Februari pada kalender Gregorius, atau kalender Masehi yang dipergunakan hampir seluruh makhluk di muka bumi, sesungguhnya merakan koreksi dari kalender Yulian.
Kalender yang penentuan lama waktu satu tahunnya berdasarkan periode bumi mengelilingi matahari satu kali dalam waktu 365,25 hari itu membutuhkan tahun penggenap selama empat tahun sekali. Tahun penggenap itu adalah tambahan jumlah 1 hari pada tahun kabisat, yang jumlah harinya menjadi 366 hari. Untuk tahun-tahun lainnya satu tahun berjumlah 365 hari. Mengapa hal itu harus dilakukan ? Karena pada kalender Yulian, perhitungan satu tahun disederhanakan dengan jumlah 365,25 hari, padahal pada perhitungan yang lebih teliti satu tahun dapat dihitung sekitar 365,2425 hari.Â
Kalender Yulian sesuai dengan namanya ditetapkan ketika Yulius Cesar menjadi raja di Kerajaan Romawi, jauh sebelum Nabi Isa as lahir. Pendekatan sederhana pada kalender Yulian tersebut dengan menggenapkan perhitungan 365,2425 menjadi 365,25 ternyata menimbulkan masalah berabad-abad kemudian. Setelah datangnya Nabi Isa as, tepatnya tahun 325 M, diadakan Konsili di Nicea, yang salah satu keputusannya adalah menentukan tanggal untuk peribadatan Paskah.
Ketentuan ini Konsili Nicea ini berdampak serius setelah berabad-abad kemudian. Pendekatan kalender Yulian dengan menambahkan satu hari selama empat tahun sekali karena satu tahun biasa berjumlah 365 hari sedang untuk tahun kabisat berjumlah 366 hari tersebut, tidak lagi sesuai dengan kondisi alam semesta. Pembulatan 365,2425 hari menjadi 365,25 hari itu berdampak serius terhadap penentuan waktu dengan kondisi alam semesta.Â
Sekedar contoh sederhana, walaupun konteksnya berbeda, namun hanya untuk mengambil analoginya saja, adalah mengapa hari raya Fitri, selalu bertambah maju setiap tahunnya atau tidak pernah sama pada tanggal tertentu pada tahun Masehi, seperti halnya Natal yang selalu jatuh pada tanggal 25 Desember setiap tahunnya. Dengan sederhana kita akan mengatakan kalau jumlah tahun pada kalender Hijriah berbeda dengan jumlah tahun kalender Masehi. Pada kalender Hijriah satu tahun berjumlah 355 hari sedang pada kalender Masehi satu tahun berjumlah 365 hari, sehingga hari raya Fitri setiap tahun selalu maju lebih kurang 11 hari pada tanggal kalender matahari.
Hal itu terjadi karena jumlah hari dalam satu tahun pada kalender Hijriah kurang dari jumlah hari dalam satu tahun pada kalender Masehi. Karena jumlah harinya kurang maka penetapan hari raya Fitri selalu maju pada kalender Masehi. Apa hubungannya majunya penetapan hari raya Fitri pada kalender Masehi dengan pembulatan satu tahun yang seharusnya 365,2425 hari pada kalender Yulian menjadi hanya 365,25 hari. Karena jumlah hari pada satu tahun yang seharusnya 365,2425 hari, jumlah harinya kurang dari jumlah hari pada kalender Yulian, maka penentuan kondisi alam semesta menjadi lebih maju penetapan tanggalnya.
Pada awalnya karena tidak begitu dirasa berpengaruh besar, seperti halnya titik awal musim semi, yang seharusnya secara alam semesta ditetapkan jatuh pada tanggal 21 Maret setiap tahunnya, walaupun selisih pembulatan yang dilakukan kalender Yulian tidak begitu besar, namun kalau berlangsung berabad-abad semakin lama akan membesar. Pembulatan pada tahun kabisat empat tahun sekali dengan penambahan 1 hari pada tanggal 29 Februari ternyata berdampak besar terhadap semakin majunya titik awal musim semi. Bahkan akhirnya juga akan berdampak pada penetapan hari paskah.
Akhirnnya pada tahun 1582 diputuskan bahwa pada hari Kamis tanggal 4 Oktober, hari Jum'at besoknya bukan menjadi tanggal 5 Oktober, namun langsung berubah menjad tanggal 15 Oktober. Sejak itu penentuan tahun kabisat tidak lagi hanya sekedar 4 tahun sekali, karena akan menimbulkan dampak serius terhadap penentuan tanggal yang tidak sesuai dengan kondisi alam semesta, namun juga penetapan tanggal hari Paskah.
Penentuan tahun kabisat, berubah yang tadinya pada kalender Yulian terjadi pada setiap tahun yang kelipatan angka 4, atau pada tahun-tahun yang jumlahnya habis dibagi empat, pada kalender Gregorian ketentuan tahun kabisat ditambahkan khusus untuk tahun kelipatan abad, harus habis dibagi 400 baru boleh disebut tahun kabisat. Sehingga kalau ada saudara kita yang lahir pada tanggal 29 Februari kemarin atau pada tahun tahun kabisat mendatang, tidak akan mengalami pesta ulang tahun pada tahun 2100. Pada kalender Yulian tahun 2100 merupakan tahun kabisat, tetapi pada kalender Gregorian itu bukan tahun kabisat. Kalender Masehi yang dipergunakan sekarang merupakan kalender Gregorian.
Namun satu hal yang penting adalah bahwa koreksi terhadap kebijakan itu bukan suatu hal yang salah. Mungkin saja aneh pada masanya, namun ternyata berabad kemudian justru menjadi solusi. Namun tentu saja koreksi akan sangat berpengaruh besar pada masa mendatang dan harus dilakukan dengan perhitungan yang matang dan dengan alasan yang kuat. Bukan seperti Kaisar August, karena pada kalender Yulian jumlah hari pada bulan Juli 31 hari, maka Kaisar August, juga minta jumlah hari pada bulan Augustus menjadi 31 hari. Kalau kita perhatikan memang jumlah hari dalam satu bulan yang mempunyai 31 hari dari bulan Januari adalah bulan-bulan ganjil, dari bulan pertama sampai bulan ke tujuh (Juli), tetapi begitu Augsutus juga ditetapkan jumlah harinya 31 hari, lalu bulan berikutnya, bulan-bulan genaplah yang berjumlah 31 hari.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H