[caption caption="Foto Pep dan Simeone diambil dari the telegraph"][/caption]
Akankah Bayern: Raksasa Dari Bavaria Itu Tertunduk Lesu
Tidak dapat dipungkiri, bahwa Bayern adalah raksasa dari Bavaria. Bayern begitu perkasa dalam setiap laga. Bertabur pemain bintang, modal besar, pelatih handal, komplit sudah Bayern sebagai sosok klub sepakbola profesional yang gagah dan menawan. Bayern dibawah kendali Pep, memainkan sepakbola menyerang, memainkan sepakbola indah. Percaya diri, kalau tidak boleh dikatakan terlalu. Menguasai lapangan. Mengancam klub mana pun yang akan menjadi lawannya. Jumlah gol yang sebanyak 28 itu sudah menjadi saksi. Bayern itu raksasa dari Bavaria.
Kekuatan dunia semua terkumpul pada Bayern. Pemain dengan gaya gempur hebat, pelatih dengan strategi handal, klub kaya, dukungan penonton penuh. Apalagi yang tidak dimiliki Bayern untuk menghadapi Atletico malam dini hari nanti. Kepuasan kapitalisme muncul pada Bayern. Dari semua sisi dan data, Bayern unggul telak dari Atletico. Bayern boleh kalah di laga tandang. Tapi begitu Bayern bermain di laga kandang. Semua kekuatan Bayern akan muncul. Naluri menjadi yang terbesar, menjadi  yang terkuat, menjadi terhebat, ada pada Bayern. Tiga musim masuk ke semifinal, bukan suatu hal mudah bagi suatu klub. Tapi Bayern mampu melakukannya.
Terlepas dari Pep musim depan akan menjalani kariernya tidak dengan Bayern, tetapi ke City, yang juga merupakan semifinal lainnya. Tetapi Pep dan lagi lagi Bayern tetap klub yang paling tangguh pada musim ini. Memasukkan 28 gol ke gawang lawan dan hanya kemasukan 10 gol, bukan prestasi biasa biasa saja. Itu prestasi luar biasa. Pep menjadi arsiteknya. Pep kunci dari kesuksesan Bayern. Masalahnya cuma satu Pep kurang mau mendengar kata orang. Kepalanya yang plontos itu, seolah menunjukkan keras kepalanya. Yakin pada setiap keputusan yang diambil. Celakanya itu memang salah satu ciri pemimpin besar. Teguh pada pendirian. Berani mengambil resiko. Yakin kepada keputusan yang telah diambil.
Bagaimana dengan Atletico ?
Ini yang mungkin sulit dipahami, bukan hanya Pep Guradiola, tetapi juga sejarah.
Setiap orang, selalu ingin tampil dan mampu mengatasi masalah yang dihadapi. Itulah yang muncul dan terekam dari Atletico. Atletico mencoba mencari celah, bagaimana dapat memenangkan pertandingan. Bagaimana pun caranya. Dan itu sah dalam pertandingan sepakbola bahkan mungkin juga dalam kompetisi dalam mengarungi hidup. Keinginan untuk memenangkan laga. Kehausan untuk melepas dahaga menang dalam laga, milik semua. Bukan hanya Bayern tetapi juga Atletico.
Orang boleh saja menjagokan Bayern. Tetapi masih ada kami, kata Atletico. Biarpun Atletico dipandang sebagai klub "miskin", tetapi justru kemampuan untuk memenangkan pertandingan menjadi andalannya. Pola permainan pragmatisme dinamis Atketico jauh lebih efektif dari pada gaya Mou. Tidak kurang dari Madrid dan Barca sudah merasakan, sakitnya dikalahkan Atketico, termasuk Bayern pada leg 1 semifinal, minggu lalu. Jadi Atletico justru menjadi simbol perlawanan terhadap klub klub tangguh. Atletico mampu menjadi momok bagi klub klub tangguh, untuk menjadi tidak berdaya, jika berhadapan dengan Atletico.
Atletico mampu mewakili suara orang kebanyakan, yang biasa tertindas. Klub klub yang dikalahkan secara buas, oleh kekuatan dunia kapiltalisme. Bayern mewakili klub kapiltalisme buas itu. Memasukkan 28 gol ke gawang lawan, suatu hal sulit, untuk mengatakan gaya bermain bola Bayern biasa saja, Bayern itu Raksasa dari Bavaria. Raksasa yang suka bermain buas. Gol gol dan gol itu yang dicari Bayern. Banyak klub sudah merasakan gairah Bayern memasukkan gol. Busnya klub Raksasa dari Bavaria.
Namun apakah Bayern, Raksaaa dari Bavaria itu malam ini akan tertunduk lesu.