Aksi Pujangga Halim
Putri Raisa diam diam menangis di dapur. Putri Raisa ingin menyembunyikan kesedihannya, karena desahan Adi, kepada Tante Ming, sangat mengganggu pikiran dan hatinya.Â
Setelah Adi berdesah, Adi seperti bukan Adi yang dikenalnya lagi. Tak ada canda riang, apalagi senyuman mesra, yang biasa dilakukan Adi, jika Adi bangun. Apalagi kalau Putri Raisa sudah menyediakan wedang uwuh untuk Adi, biasanya tangan Adi lalu merangkul punggung Raisa. Setelah itu Adi akan menatap wajah Putri Raisa dengan penuh cinta, lalu membisikkan sesuatu di telinga Raisa.
"Cintaku, Raisa, sungguh bahagia Adi bisa memilikimu."
Bisikan sayang itu, tentu saja, membuat Putri Raisa tergeletak di pelukan Adi.
Namun tadi Adi hanya termenung, setelah berdesis tentang Tante Ming. Putri Raisa tahu Tante Ming memang cantik. Kulit Tante Ming putih bagai batu pualam. Laki-laki tentu tak akan melewatkan pandangannya, jika bertemu Tante Ming. Lalu bagaimana dengan Adi nanti jika bertemu dengan Tante Ming, lamun Putri Raisa.
"Astagfirullah. Ya Allah, ampuni hamba-Mu, yang lemah ini," desah Putri Raisa, sambil menghapus air matanya.
Ketakutan Putri Raisa terhadap Adi, yang mungkin saja akan terpikat Tante Ming, seharusnya tidak berasalan. Bukankah Tante Ming sewaktu lari bersama Ki Difangir, ayah kandung Adi, sedang dalam keadaan hamil. Tentu tidak mungkin Adi akan tergoda kepada ibu tirinya. Apa kata dunia, lamun Putri Raisa.
[Putri Raisa, bolehkan Ayahanda menghadap Paduka Raja Adi] japri Pujangga Halim via WA.
[Sebentar, Ayahanda, nanti Raisa tanyakan dulu agenda Paduka Raja Adi, hari ini.] Ayahanda  ingin menghadap Paduka Raja Adi, ada apa gerangan, pikir Putri Raisa.