Mohon tunggu...
MJK Riau
MJK Riau Mohon Tunggu... Administrasi - Pangsiunan

Lahir di Jogja, Merantau di Riau

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tiwikrama

10 Desember 2019   11:07 Diperbarui: 10 Desember 2019   11:09 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: http://cakrawirawiyata.blogspot.com/2014/06/bertiwikrama.html?m=1

"Angger Prabu Duryudana, itu berarti Angger Prabu sudah menyalahi janji." seru Sang Maha Resi Bhisma.

"Mengertilah ngger, apa akibat dari perbuatan Angger Prabu Duryudana dengan merobek robek Surat Perjanjian itu. Tindakan Angger Prabu Duryudana bukan saja dinilai tidak terpuji. Bukan saja dianggap menjilat ludah sendiri. Tetapi bahkan merupakan tindakan yang merugi.
Waktu yang akan menjadi saksi atas perbuatan Angger Prabu Duryudana.

Angger Prabu Duryudana dalam pergaulan individu, keluarga, bermsayarakat, bernegara dan dalam persahabatan antar bangsa, telah kehilangan trust.

Indikasinya sangat jelas, cobalah dengar suara gelegar di langit. Itu tanda bahwa Para Dewa menyaksikan tindakan Angger Prabu Duryudana yang sangat tercela." seru Maharesi Bhisma.

"Nggih." sambut Prabu

Duryudana, seperti tidak peduli.  Duryudana yakin bahwa saat bertemunya Segitiga Langit dan Segitiga Bumi sudah dekat. Namun sesuai pesan Patih Sengkuni, Duryudana harus merahasiakan siasatnya untuk menggalang kekuatan Segitiga Langit. Supaya masing-masing akan diajak berunding secara Empat Mata. Baik berunding di MRT atau makan sate di Senayan, atau temu MIE Umar tidak jadi masalah. Tentu Duryudana sudah memegang kartu truf untuk Tokoh Tokoh Sakti Segitiga Langit.

Setelah menjawab perkataan Maharesi Bhisma, untuk tetap memberikan perhatian kepada salah satu Tokoh Segitiga Langit, Duryudana kemudian  bertanya kepada Dursasana Adiknya:

"Dursasana apakah kamu sanggup berperang melawan Pandawa ?"

Hal itu Duryudana lakukan mengikuti strategi perkataan orang diiyakan, keinginan sendiri didapatkan, sehingga seolah-olah Duryudana tetap menghormati Maharesi Bhisma, walaupun pandangannya berlawanan, sekaligus untuk menerapkan strategi rekonsiliasi.

Dursasana dengan lantang menjawab sanggup. Jawaban yang sama didapat Prabu Duryudana ketika menanyakan kesanggupannya berperang melawan Pandawa kepada adik adiknya yang lain. Mereka menyatakan bersedia berperang dengan Pandawa. Mendengar hal itu, makin mantaplah Prabu Duryudana dengan keputusan yang telah diambilnya. Prabu Duryudana telah tertipu oleh nikmatnya kekuasaan. Tanpa melihat lagi kenyataan yang terjadi di masyarakat. Bahwasanya rakyat banyak kurang menjadi perhatiannya, karena laporan yang diterima dari kerabat Istana, selalu baik. Di samping itu, Prabu Duryudana terlalu percaya kepada laporan yang disampaikan oleh kerabatnya. tidak ada usaha untuk mendapatkan infomasi dari sisi lain, apalagi kalau info viral itu berasal dari sebelah. Hal tersebut sangat berdampak pada keputusan yang diambil Prabu Duryudana. Apalagi seluruh kerabatnya menyatakan sanggup berperang dengan Pandawa. Dampak buruk kegelapan Segitiga Bumi membuat Duryudana Lali Purwo Duksino. Dengan garang Prabu Duryudana berujar kepada Prabu Kresna:

"Kaka Prabu Kresna sudah mendengat sendiri, apa yang diinginkan oleh saudara saudara saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun