Kongres PDIP di Bali mendorong dinamika politik di negeri semakin mengembang. Sebagai partai pemenang Pemilu, PDIP layak menjadi faktor determinan dalam politik nasional.Â
Penerimaan PDIP yang penuh hangat dan semarak kepada Prabowo, baik saat Prabowo mau masuk ke arena Kongres, sampai ke dalam ruangan yang begitu gegap gempita dan langsung dapat duduk di samping Megawati, menjadikan bukti, bahwa instruksi Megawati masih merupakan 'Sabda pandito Ratu' bagi kalangan PDIP.Â
Padahal seperti diketahui publik, perhelatan pesta demokrasi Pilpres yang baru lalu sempat membuat ke dua tokoh Prabowo dan Megawati harus berbeda koalisi. Perbedaan yang bahkan dianggap sangat keras dan tajam itu dikahwatirkan sampai kepada berbagai tingkatan dalam kalangan PDIP.Â
Pesan atau lebih tepatnya arahan  Megawati untuk menyambut Prabowo dengan hangat dan sopan, kepada kalangan PDIP di Kongres Bali, bahkan melebihi ekspetasi publik. Nyala terang kunjungan Prabowo di Konggres PDIP Bali, menjadi salah satu momen luar biasa.  Â

Padahal sebelumnya Airlangga sempat mengikuti temu Gondangdia yang menyatakan bahwa koalisi akan solid untuk bersatu, seolah ingin menunjukkan beda jalan dengan temu MRT yang mendorong rekonsiliasi yang mungkin saja akan berdampak pada power sharing kursi.Â
Megawati  menjadikan pidato di Kongres PDIP Bali sebagai tokoh sentral dan determinan dalam dinamika politik nasional. Tidak tanggung tanggung Megawati langsung memberi sinyal power sharing bagi PDIP, bahkan juga sinyal khusus kepada Prabowo.Â
Tentu saja sinyal kepada Prabowo mengenai power sharing ini dapat merupakan indikasi dari hasil temu MRT dan temu Teuku Umar, yang puncaknya pada Kongres PDIP di Bali.Â

Posisi Bamsoet sebagai Ketua DPR membuat Bamsoet lebih leluasa bergerak bahkan secara dinamis mendapatkan frekuensi bertemu Presiden JokoWi lebih sering dan lebih lama, dibandingkan Airlangga yang merupakan menteri. Â