Pangsiunan Enak Itu Mitos ? part 3
Menikmati hari hari, adalah pameo yang paling indah, bagi pangsiunan. Apalagi target yang hendak dicari ? Dulu waktu muda banyak bermimpi, saat menjadi pangsiunan bahkan mungkin sudah mendapatkan lebih dari impian semusim.Â
Hanya berpikir bisa bekerja saja sudah bagus. Karena harus menjalani hidup merantau ke pulau seberang. Apalagi dapat membangun rumah dua lantai, macam hendak melihat jauh ke seberang.Â
Edisi Kapten Tack
Namun menikmati bukan berarti lalu berdiam diri. Suatu hal yang sulit dihindari, bagi pangsiunan, setelah ritme rutinitas kerja tak lagi menghantui. Tanggung jawab sebagai supri, bahkan terkadang dapat membuat emosi tidak stabil. Beradapatasi dengan kondisi baru yang harus dihadapi menjadi keharusan, untuk dapat menunjukkan eksistensi diri.
Mulailah melihat yang terdapat di rumah. Lantai dari keramik, mengingatkan kembali, susahnya menyapu rumah pada saat lantai rumah masih berasal dari semen. Bukan hanya berat tenaga untuk menbersihkan, karena faktor gesekan lantai semen kasar yang relatif kuat, tetapi juga jika teringat pernah mengepel lantai dari kayu. Mudah dan begitu nyamannta jika lantai itu sudah dari bahan keramik. Suatu hal yang tidak pernah terbayang sebelum pangsiun.
Kegiatan bersih bersih itu pun beragam. Dari yang berbasis lantai, sampai tentu saja yang berbasis sabun. Bagaimana mengoperasikan mesin cuci pun harus dipahami ?Â
Mulai dari nemasukkan baju dan pakaian serta bahan yang hendak dicuci, ke  mesin bukaan depan. Menuangkan sabun cair, pengharum, sampai memutar penunjuk jenis kain, serta tombol pengeringan yang hendak dipilih. Arrange waktu, serta tentu saja, tekan tombol start.Â
Menjemur baju. Menghidupkan pompa air untuk menambah cadangan air di tangki. Itu semua harus dijalani dengan senang hati. Cobalah menikmati hidup sebagai pangsiunan, kata kawan memberi semangat.Â
Namun suatu hari, ketika selesai menjemur, dan mau melanjutkan mencuci pakai mesin, tiba tiba teringat, jika sabun cairnya kemarin habis. Alhamdulillah, masih ada sisa cadangan, yang kemarin tidak nampak.Â