Postingan Politik
Eps 5
Adalah kakak permpuan saya almahumah yang mungkin merasakan bahwa menurunnya standar hidup dapat membuat saya mengambil keputusan yang aneh-aneh, kalau tidak boleh dibilang nekad. Standar hidup yang sudah mulai baik ketika memperoleh beasiswa di Jakarta kembali menurun ketika kuliah di UGM. Suatu hal yag juga dialami kelas menengah Indonesia, khawatir mengalami menurunnya posisi finansial, sehingga lebih banyak yang terkooptasi dengan pihak yang kuat.Â
Lalu ada tetangga, yang dengan bujukan kakak saya mungkin, menawarkan saya untuk menjadi penjaga guest house di "kampung kota" kami. Saya sebut "kampung kota", karena kampung saya memang letaknya di pusat kota Jogja. Di belakang Malioboro dan di samping jalan Mataram. Lokasi "kampung kota" saya itu juga di antara kantor Pemda DIY dengan DPRD DIY.
Tentu banyak pengalaman baik maupun buruk yang saya terima pada saat menjadi penjaga "guest house". Berkenalan dengan orang-orang besar yang memberi semangat juang. Namun juga sering melihat turis dengan pakaian seadanya, masuk ke luar kamar. Bahkan kadang mereka santai saja gosok gigi di kamar mandi luar tanpa menutup pintu. Namun satu hal yang diberi pesan betul dari pemilik "guest house" adalah pemeriksaan KTP dan Kartu Nikah, jika ada tamu berbeda jenis ingin menginap. Berbekal aturan itu, mau malam hari apalagi siang hari tidak ada ampun, kalau tidak jelas, harus ditolak.
Kemudian ada juga teman belajar bersama yang meminta saya untuk mengajar adiknya yang bandel. Awalnya mereka minta saya mengajal les Fisika. Saya sebetulnya lebih suka mengajar Matematika dari pada Fisika. Namun info yang saya terima adik teman saya yang bandel itu suka dengan cara saya mengajak dia belajar. Kemudian kakakn perempuan si bandel itu juga les matematika.Â
Alhamdulillah, di samping saya menjadi penjaga "guest house" saya juga mengajar les privat. Dari kegiatan itu, saya tidak lagi berpikir seribu kali kalau ingin naik bus kota. saya bahkan sering ingin menambah gizi dengan cara ikut seminar seminar yang diadakan di kampus. Pede saja lagi, pokoknya kalau kumpul kumpul di salah satu gedung pertemuan di sebelah kiri jalan sebelum sampai bunderan kampus, saya masuk. nasib buruk terkadang rupanya bukan kegiatan seminar tetapi orang pesat mantenan. malu kalau ingat hal itu. Datang ke pesta tanpa diundang.
Nah kegiatan saya yang sering jalan jalan mencari tempat seminar itulah yang membuat saya berjumpa dengan mas Yanto di MIPA. Mas Yanto yang saat ini menjadi Direktur STMIKOM kampus orang berdasi yang beken itu, Â membawa saya ke Primagama. jadilah saya tentor Matematika di Primagama.Â
Namun kesedihan kemudian muncul lagi di keluarga. Â Ketika saya begitu mulai "sangat sibuk", menjadi penjaga "guest house", mengajar les privat dan mulai pula menjadi tentor Matematika di Primagama, dan saya mulai jarang pulang ke rumah. Saya lebih sering di "guest house" yang tidak sampai 10 rumah dari rumah saya.hari kesedihan itu datang, ketika tiba-tiba mas Bambang yang masa sekarang mantan Rektor UMY itu, bilang kalau Ibu dalam kondisi sakratul maut. Â Masya Allah itulah pengalaman saya mengantar orang yang dalam kondisi sakratul maut pertama kali. Saya hanya mampu mebisikkan sesuatu di telinga Ibu. Sampai akhirnya dihentikan oleh kakak perempuan saya, karena Ibu suadh tiada.