Terperangkap Friendzone
"Dede, bagaimana perkembangan kemajuan hasil, bahan yang kemarin saya minta untuk disiapkan ?" seru Pak Edy dengan senyum mengembang.
"Anu, pak ....Ini saya ...." terbata-bata Dede menjawab.
"Ok, mari kita ke rumah Viola. Barangkali dia bisa bantu kamu." kata Pak Edy, sambil meyerahkan kunci mobilnya kepada Dede.Â
Pak Edy melihat Dede hanya dapat diam membisu, selama perjalanan ke rumah Viola. Apa mau dikata, sejak Viola resign, pekerjaan Dede sering tersendat. Memang Pak Edy sempat mendapat laporan dari Dede, jika sebetulnya Dede sudah berusaha mati-matian untuk mencegah Viola supaya tidak resign dari pekerjaannya. Dede sangat terbantu dengan adanya Viola di kantor. Apalagi Pak Edy terkadang memberi perintah dari "Pondok Petir"nya. "Pondok Petir" itu merupakan julukan untuk rumah Pak Edy. Biasanya kalau sampai Pak Edy memberi perintah dari "Pondok Petir",  Pak Edy mensiratkan pekerjaan itu harus bisa segera disiapkan. Jika hal itu tidak ditindaklanjuti dengan segera, siap-siap saja Pak Edy akan membully. Pak Edy memang tidak pernah marah. Tapi nanti akan muncul via WA, puisi puisi indah menumbuhkan motivasi. Pak Edy tahu, dengan membaca pesan itu, diharapkan  Dede menjadi malu hati. Namun tujuan sebenarnya dari Pak Edy, biar Dede cepat beraksi.
Ada salah satu puisi pak Edy yang pernah dikirimkan ke Dede, ketika Dede belum juga siap mengantar bahan ke rumah Pak Edy. Pak Edy senyum sendiri teringat puisi yang dikrimkannya ke Dede.
Jangan kau tangisi
Hidup itu penuh persaingan
Memang enak jadi domba dari pada burung elang
Di lain waktu pernah juga Pak Edy mengirim puisi seperti ini.