Tak pelak lagi tesa Mou dengan strategi pragmatis untuk yang penting menang dalam pertandingan telah ditusuk Tiki Taka Pep. Laga MU dengan City malam tadi telah menjadi bukti, bahwa pragmatisme statis Mou dibobol Tiki Taka dinamis Pep. MU yang bahkan diharap banyak orang dapat menghentikan langkah City, yang sampai saat ini terus beruntung melaju jauh di depan lawan lawan potensialnya, seperti, Chelsea, Arsenal, Liverpool, Hotspur dan tentu MU, tersungkur secara menyedihkan oleh City, bahkan di kandang sendiri.Â
Bukan hanya Wenger yang yakin kalau City yang sedang diasuh Pep, dapat dikalahkan, tetapi Mou punya pengalaman untuk mengalahkan Pep. Mou ketika membawa Inter pernah menjadi batu sandungan Pep, sehingga Barca harus terkena kutukan gagal menjuarai Liga Champions dua kali berturut-turut. Mou juga pernah membuat Pep termangu ketika Mou membawa Madrid menggoyang dominasi Barca di La Liga. Bahkan keputusan Mou untuk kembali ke Chelsea dari Madrid bisa jadi karena sempat ada tawaran Fergie ke Pep supaya Pep menangani MU. Mou ingin melanjutkan menggoyang Pep di BPL. Namun Pep ternyata memilih Bayern.
Pertemuan antara Mou dan Pep pun tak terhindarkan di perebutan Piala Super. Mou baru saja menangani Chelsea sebagai Juara Piala Eropa, sedang Pep baru juga menangani Bayern sebagai Juara Piala Champions. Mou dikalahkan Pep waktu itu. Mou bisa jadi sangat ingin menggoyang Pep bukan hanya di BPL tetapi di Manchester. Dengan berbagai cara Mou berkeinginan kuat menjadi manajer MU ketika Pep menangani City, rival sekota MU, yang sering dianggap sebagai tetangga berisik. Musim pertama persaingan Mou dan Pep berubah menjadi persahabatan. Conte datang menerobos dan menang.Â
Musim ke dua MU, Conte sering jadi sasaran psywar Mou, baru menjelang pertemuan MU dengan City, Mou kembali ke mencoba menggoyang Pep. Masalah David Silva, rahasia City rapuh, sampai para pemain City yang mudah jatuh, menjadi bahan Mou. Namun satu hal yang diyakini Mou bahkan Wenger dan banyak pihak lain tentang City adalah, kalau melawan klub klub kecil saja City bisa kemasukan gol, apalagi melawan MU yang bukan saja mempraktekkan pragmatisme statis bertahan dengan pola parkir bus, dengan mengandalkan serangan balik yang sangat cepat.Â
Gol Rasford membuktikan pragmatisme statis ala Mou. Disiplin dalam bertahan dan sesekali melakukan serangan balik yang mematikan. Sampai pertandingan berakhir bisa jadi Mou masih berpikir bisa menggoyang Pep. Nasib buruk Lukakku dan Mata yang gagal membuat gol, mungkin membuat Mou tidak habis pikir.Â
Pep boleh jadi bernafas lega atas kemenangan City terhadap MU. Kelonggaran Pep untuk mulai berpikir memperkuat pertahanan City membuat Tiki Taka "kopig" ala Pep berubah menjadi Tiki Taka dinamis. Â Pep yang sangat yakin dengan pola sepakbola menyerang, sepakbola dari kaki ke kaki lemparan pendek dalam membangun serangan, membuat tontonan sepakbola menjadi indah, mulai membuat lemparan lemparan jauh. De Bruyne mungkin dapat menjadi salah satu sosok penting Pep di City. Gol-gol City di kandang MU merupakan hasil dari Tiki Taka dinamis Pep. Mou bahkan menyebut gol gol City merupakan gol gol buruk, jika dibanding gol Rasford.. Namun sesuatu telah diteguhkan Pep, bahwa pragmatisme statis Mou telah dibobol Tiki Taka dinamis Pep.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H