Sahrukan bersama Tanza Herlambang baru saja mengisi minyak di sebuah SBPU di pinggiran Kota Dumai, pintu gerbang Indonesia Bagian Barat. Sahrukan bertemu dengan Tanza Herlambang di India, setelah Tanza Herlambang melakukan perjalanan darat yang sangat panjang dari Eropa menggunakan kereta api. Dengan berganti mode jalan darat dari kereta api menggunakan kendaraan mobil, Syahrukan ingin mengunjungi Indonesia bersama Tanza Herlambang.
Dari Benua Asia diakhiri Malaka di Malaysia, Sahrukan dan Tanza Herlambang menyeberang ke Indonesia melalui Jembatan Dumai-Malaka. Pada tahun 2045 Indonesia sudah menjadi bagian dari benua Asia. Pulau Sumatera dan Pulau Jawa pun sudah terhubung dengan Jembatan Selat Sunda. Sahrukan tertarik dengan cerita Tanza Herlambang, bahwa pulau Bali yang bagaikan surga di dunia itu dapat ditempuh lewat jalan darat dari India. Baru beberapa saat ke luar dari SPBU di pinggiran Kota Dumai, masih dalam satu komplek Pintu Gerbang Indonesia Bagian Barat, Sahrukan dan Tanza Herlambang dikejutkan oleh sosok yang tidak asing di dunia entertain dari Hongkong, Hong Li.
Namun yang lebih mengejutkan lagi, ternyata Hong Li sedang asyik melihat-lhat beberapa foto selfi yang dipajang pada suatu dinding besar, bersama seseorang yang menjelaskan foto foto selfi tersebut. Dengan segera Sahrukan dan Tanza Herlambang berusaha menghampiri Hongli dan sosok yang menjelaskan foto selfi tersebut. Setelah mendekat Sahrukan dan Tanza Herlambang baru dapat melihat lebih jelas, ternyata foto-foto selfi itu, salah satunya adalah foto-foto selfi dari sosok yang memberikan keterangan kepada Hong Li dengan latar belakang flora dan fauna, serta beberapa pemandangan indah dari danau, hutan, pantai serta pegunungan yang sangat menakjubkan. Setelah melihat dengan jelas Tanza Herlambang langsung menyapa sosok yang sedang asyik berbincang dengan Hong Li itu:
“Dinda Pertiwi ?”
“Tanza ?”
Tanza Herlambang langsung mengulurkan tangan kanannya untuk mengajak Dinda Pertiwi berjabat tangan, Dinda Pertiwi pun dengan tersipu malu segera mengulurkan tangan kanannya untuk menyambut tangan Tanza Herlambang.
“Tanza, apa kabar. Kapan datang dari Eropa. Pasti kalian lelah sekali, ya. Kenalkan ini Hong Li. Pernah mendengar Hong Li, kan. Hong Li baru saja datang dari Malaka setelah menempuh jalan darat dari Hongkong. Hong Li, ini Tanza Herlambang, teman Dinda Pertiwi.”
“Kenalkan, aku Tanza penggemar beratmu Hong Li.”
“Oh, ya. Hong Li tersanjung, ada yang kenal Hong Li di Indonesia. Siapa teman Tanza, kenalkan juga dong sama Hong Li.”
“Aku Sahrukan dari India.”
Tanpa basa basi dan khawatir kesempatan yang muncul akan hilang, Sahrukan segera menjabat tangan Hong Li erat-erat.
“Hemmmmm. Kalian mau ke mana ini.”
Seru Hong Li sambil memberikan ujung-ujung jari nya kepada Sahrukan beberapa saat dan kemudian segera menariknya mundur kembali. Sahrukan dengan tersipu segera menarik tangannya juga sambil berseru:
“Kami mau ke Bali.”
“Oh, ya. Kalau begitu sama dong. Dinda Pertiwi, bagaimana kalau kita ikut mobil Sahrukan saja, bersama Tanza Herlambang pergi ke Bali ?”
“Bagaimana Tanza, apakah kalian setuju dengan usul Hong Li ?”
“Boleh, kami juga hanya berdua saja. Kalau kalian mau gabung tidak jadi masalah. Kapan kita berangkat ?”
“Tunggu sebentar, apakah kalian tidak ingin melihat-lihat foto-foto selfi Dinda Pertiwi dulu ?”
“Baik aku mendengarkan.”
Dinda Pertiwi segera menuju sebuah foto yang menunjukkan suatu pantai yang airnya sangat jernih, berwarna biru dengan pasir putih yang sangat indah kepada Tanza Herlambang.
“Ini Raja Ampat. Kalau yang di sebelahnya adalah Jembatan Kelok Sembilan”, seru Dinda Pertiwi, sambil melangkah perlahan menuju suatu foto sebuah Jembatan yang fenomenal di Sumatera Barat. Tanza Herlambang pun mengikuti langkah Dinda Pertiwi sambil mendekat, sementara Hong Li juga mengikuti langkah Dinda Pertiwi dan Tanza Herlambang. Untuk sesaat Sahrukan agak bingung, karena masih ingin menikmati keindahan pesona Raja Ampat, tapi keburu takut kehilangan jejak Hong Li. Akhirnya Sahrukan pun ngintil di belakang Hong Li.
Tiba-tiba mereka berempat dikejutkan oleh kedatangan dua orang makhluk yang menggunakan kostum aneh.
“Hello, ini Hong Li bukan ?”
“Betul. Kamu siapa, ya ?”
“Kenalkan aku Gondela Praja dan ini sahabatku Garuda Zakti biasa dipanggil GaZa, putra tunggal Ratu Kali Nya Ming dengan almarhum Ki Difangir.”
“Oh ya, hebat sekali kalian. Kenalkan juga ini teman-temanku, Dinda Pertiwi, Tanza Herlambang dan Garukan.”
“Sahrukan, Hong Li, Tanza”, seru Sahrukan membetulkan ucapan Hong Li.
Selamat datang di Indonesia 2045, Sahrukan dan Hong Li, Gondela Praja menyambut Sahrukan yang jauh-jauh datang dari India, dan Hong Li dari Hongkong, serta Tanza yang ingin berkunjung ke tanah air dari tanah rantau Eropa. Indonesia tahun 2045 telah terhubung dengan benua Asia. Dumai berkembang menjadi Pintu Gerbang Indonesia Barat bukan hanya ke Malaka, Malaysia tetapi bahkan benua Asia. Arus barang dan jasa serta Transportasi, Telekomunikasi serta Tehnologi telah nyaris full power mendorong kemajuan anak-anak bangsa dan bangsa-bangsa lain di seluruh pelosok dunia untuk melihat Indonesia.
Tidak lagi dijumpai krisis listrik, atau byar pet seperti pada masa-masa lalu. Di hampir setiap perkebunan sawit telah dikembangkan pembangkit listrik dari limbah sawit. Tidak ada lagi berita kekurangan suplai daging sapi yang membuat daging sapi sering melonjak tinggi, karena harus impor sapi dari Ausie. Di hampir setiap perkebunan sawit dilakukan tumpang sari sawit dengan ternak sapi. Makanan untuk sapi dapat diperoleh dari daun pohon sawit yang diolah dengan mesin yang listriknya dari limbah pengolahan sawit menjadi CPO. Ada pun kebutuhan pupuk untuk pertumbuhan pohon sawit didapatkan dari kotoran sapi.
Di samping itu telah pula dikembangkan tanaman singkong. Pembangunan pabrik pengolahan singkong untuk digunakan sebagai bahan baku pulp. Walaupun singkong masih ada yang mengolah menjadi kripik singkong baik pedas maupun manis, namun pasar dari produksi singkong justru banyak diserap pabrik tepung tapioka.
Jalur kereta api dari Medan, Dumai, Pekanbaru, Jambi, Palembang hingga Lampung telah terkoneksi. Mode tranportasi di Sumatera sudah berkembang pesat sejak energi listrik sudah bukan hanya disuplai dari PLTA, PLTG maupun pembangkit batu bara tetapi juga dari pengembangan energi listrik dari pengolahan limbah hasil indistri CPO.
“Foto foto selfi Dinda Pertiwi dapat menjadi saksi, bagaimana 30 tahun yang lalu, Indonesia masih banyak mengalami masalah dalam hal energi, transportasi dan industri. Namun sejak dibangunnya Jembatan Dumai Malaka dan Jembatan Selat Sunda, Indonesia bangkit dan secara perlahan mulai berjaya. Indonesia menjadi bola mata dunia. Dinda Pertiwi dapat bercerita banyak dari foto-foto selfinya, bukan begitu Dinda ?”, seru Gondela Praja sambil menatap bola mata Dinda Pertiwi dengan penuh makna.
Dinda Pertiwi dengan sigap menunjukkan foto-foto selfinya. Sahrukan, Hong Li dan Tanza memperhatikan penjelasan Dinda Pertiwi dengan seksama. Kondisi Indonesia tahun 2045 memang sungguh jauh berbeda dengan foto-foto selfi Dinda 30 tahun sebelumnya. Dinda pun dengan penuh semangat memberikan informasi mengenai hali itu. Gondela Praja dan Gaza melihat itu semua dengan bangga. Tangan Dinda tak henti-hentinya mengklik foto-foto, sementara bola mata Dinda berbinar. Kekhawatirannya 30 tahun yang lalu pada saat memposting foto selfi tidak terbukti. Kejayaan Indonesia jaman Sriwijaya telah kembali. Dari Sumatera, Indonesia menjadi Bola Mata Dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H