Mohon tunggu...
MJK Riau
MJK Riau Mohon Tunggu... Administrasi - Pangsiunan

Lahir di Jogja, Merantau di Riau

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengapa Tokoh Karno yang Teguh Memegang Janji, Tidak Populer?

31 Oktober 2015   16:29 Diperbarui: 31 Oktober 2015   17:40 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bukanlah Sengkuni, kalau tidak dapat memberikan masukan yang masuk akal. Logika yang dilontarkan Sengkuni, jika ditelaah secara mudah, sangat masuk akal. Sengkuni berpendapat, Duryudana tidak perlu memenuhi permintaan Pandawa. Kalau nanti Pandawa mengajak perang dengan Kurawa. Kurawalah, Duryudana dan adik-adiknya yang akan menang. Pandawa hanya berjumlah 5 orang, sementara Kurawa, Duryudana dan adik-adiknya berjumlah seratus orang. Mana ada di dunia ini, 5 orang berperang dengan 100 orang, bisa menang. Pokoknya, menurut Sengkuni, Duryudana jangan takut. Kalau Prabu Kresna datang, bilang saja, kalau Duryudana tidak mau memberikan permintaan Pandawa. Kalau Pandawa mau mengajak perang. Biar saja.

Kontan Resi Bhisma bersuara keras kepada Sengkuni. Menurut Resi Bhisma kalau jumlah yang digunakan sebagai tolok ukur keberhasilan dalam pertempuran besar dengan Pandawa, Sengkuni salah besar. Belum pernah selama ini, Kurawa menang melawan Pandawa. Sengkuni berpendapat bahwa itu masa lalu, itu kejadian-kejadian dulu, sewaktu masih anak-anak dan muda-muda. Sekarang Kurawa sudah banyak berlatih, Kurawa sudah makin perkasa. Kurawa sudah memiliki kompetensi tinggi. Jadi kalau Kurawa perang dengan Pandawa, hasilnya akan lain.

Situasi menjadi panas, karena perbedaan pendapat yang semakin meruncing antara Resi Bhisma dengan Sengkuni.

Namun untuk menambah keyakinan Duryudana, kalau Astina tidak sendirian menghadapi Pandawa, karena bagaimana pun juga dalam perang besar, perlu ada dukungan sebesar mungkin dari berbagai pihak, untuk memberikan keyakinan bahwa keputusan yang diambil merupakan suara dunia. Duryudana lalu memohon saran dan arahan Prabu Salya, raja Magada, mertua Duryudana, dan juga sekaligus mertua Adipati Karna.

Malang nasib Duryudana, bukan mendapat dukungan penuh dari Prabu Salya, jika terjadi perang bharatayuda, jika Duryudana tidak mau memenuhi permintaan Pandawa sesuai dengan surat perjanjian yang sudah ditanda-tangani ke dua belah pihak, Pandawa dan Kurawa, namun Prabu Salya justru memberikan saran yang dalam logika normal, sulit masuk diakal. Prabu Salya menyatakan bahwa baik Pandawa maupun Kurawa adalah anak-anaknya. Dua saudara Pandawa, baik yang paling buncit maupun kakaknya adalah anak Dewi Madrim, yang nota bene adalah adiknya sendiri. Ada pun Duryudana sendiri adalah menantunya, beserta Prabu Baladewa raja kerajaan Madura, yang sebetulnya adalah kakak Prabu Krisna dan tentu Adipati Karna, yang juga menantu Prabu Salya.

Prabu Salya, sangat menyayangkan jika terjadi perang bharatayudha antara Pandawa dan Kurawa. Prabu Salya memberikan usul kepada Duryudana untuk memenuhi permintaan Pandawa. Menurut Prabu Salya, jangankan separuh kerajaan Astina, kalau perlu seluruh kerajaan Astina, diserahkan saja kepada Pandawa. Duryudana boleh bertahta di kerajaan Magada, Prabu Salya akan memberikan seluruh kerajaan Magada kepada Duryudana, jika memang hal itu, dapat memberikan suasana damai, bagi Pandawa dan Kurawa.

Namun tanpa diberi kesempatan terlebih dahulu, dengan tiba-tiba Adipati Karna merangsek maju ke depan persidangan, dan langsung berbicara kepada Pimpinan Negeri, Raja Kerajaan Astina, Prabu Duryudana. Adipati Karna merasa tidak dihargai, dari tadi Adipati Karna tidak pernah diajak berunding. Padahal masalah yang dibahas berkaitan dengan masalah perang dengan Negara lain, sementara sebagai Panglima perang kerajaan Astina, Adipati Karna, malah tidak dilibatkan sama sekali. Padahal jasa Adipati Karna sangat besar untuk kerajaan Astina. Banyak kerajaan yang takluk kepada Astina setelah diperangi Adipati Karna. Hal tersebut tentu saja menjadikan pundi-pundi kerajaan Astina meningkat, karena mendapat masukan peningkatan pajak dari Negara jajahan.

Adipati Karna juga menganggap saran yang diberikan Prabu Salya, sangat tidak masuk akal. Mana ada hari gini ada orang yang mau memberikan kerajaannya kepada orang lain. Adipati Karna curiga, jangan-jangan kerajaan Astina kemasukan telik sandi. Ada musuh dalam selimut di kerajaan Astina. Katanya saja mau membela Duryudana, tetapi maksud sebetulnya adalah membantu Pandawa. Usulan memberikan kerajaannya kepada Kurawa untuk pindah-migrasi-hijrah-longmarch, sangat tidak masuk akal, dan mengandung maksud-maksud tersembunyi. Ada agenda tersembunyi dari usulan itu, Duryudana harus hati-hati.

Suasana persidangan mendadak senyap mendengar suara lantang Adipati Karna itu. Namun hal itu tidak berlangsung lama, karena Prabu Salya dengan suara yang mendidih, segera menumpahkan seluruh uneg-unegnya yang ditahan-tahan ketika Adipati Karna berbicara kepada Duryudana tadi. Mendengar Prabu Salya marah besar, dengan penuh emosi, seakan-akan wajah Prabu Salya ingin melahap Adipati Karna, Duryudana berkata lirih, Ayahanda Prabu Salya, harap bersabar.

Namun kemarahan Prabu Salya terhadap Adipati Karna sepertinya sudah memuncak. Prabu Salya tanpa basa basi mengajak Adipati Karna berperang. Ada tiga orang raja yang menjadi menantuku, tutur Prabu Salya, dalam persidangan itu, Prabu Baladewa, Raja sakti mandraguna, belum ada yang sanggup mengalahkan Prabu Baladewa di muka bumi, yang juga kakak Prabu Krisna, itu segan sama saya, Prabu Salya. Menantu ke dua, Prabu Duryudana, raja yang sangat kaya di muka bumi, raja kerajaan Astina, juga segan kepada Prabu Salya. Lha, kok kamu, Adipati Karna, yang bukan raja, hanya seorang adipati, bukannya segan kepada mertuamu Prabu Salya, malah nekat bicara dalam persidangan besar kerajaan Astina, sudahlah tidak dimintai saran, malah bersuara yang bukan-bukan dan menyinggung pernya Prabu Salya. Kalau memang sakti mandraguna, kamu, Karna, tidak perlu perang antara Pandawa dengan Kurawa. Ayo perangnya ganti antara Prabu Salya dengan Karna saja. Kalau kena tangan Prabu Salya, kepalamu tidak pecah. Jangan panggil Prabu Salya lagi. Suasana sidang di kerajaan Astina berubah menjadi panas tidak terkendali tanpa solusi.

Pada saat itu, tiba-tiba terdengar suara bersahut-sahutan dari arah alun-alun kerajaan Astina, suara itu makin lama makin keras dan besar, yang akhirnya sampai terdengar di ruang sidang kerajaan Astina. Prabu Krisna datang. Prabu Krisna datang. Prabu Krisna datang. Mendadak sontak suasana sidang di kerajaan Astina riu rendah, mendengar kalau Prabu Krisna utusan terakhir Pandawa sudah datang. Adipati Karna memanfaatkan keriuhan itu, sambil diam-diam beringsut ke luar, seolah-oleh ingin menyambut kedatangan Prabu Krisna, padahal sebetulnya Adipati Karna ingin menghindar dari amukan Prabu Salya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun